Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) menunjukan tersangka bos PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh saat konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa (24/5/2022). Dia ditahan atas kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017. HARNAS.ID | FADLAN BUTHO

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan bos PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, Selasa (24/5/2022). Irfan alias Jhon Irfan Kenway ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017. 

Irfan diketahui telah menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi heli AW-101 sejak 2017 atau lima tahun lalu. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Irfan ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama. Dengan demikian, Irfan bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 12 Juni 2022.   

“Tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap IKS (Irfan Kurnia Saleh) berupa penahanan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 24 Mei 2022-12 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. 

Firli memaparkan, dalam kasus ini, Irfan selaku Direktur PT Dirgantara Jaya Mandiri bersama LP sebagai salah satu perusahaan AgustaWestland menemui MS yang saat itu menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur, pada Mei 2015. 

Pertemuan itu membahas rencana pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU. Irfan yang juga agen AgustaWestland diduga memberikan proposal harga kepada MS dengan mencantumkan harga heli AW-101 US$ 56,4 juta per unit. 

“Di mana harga pembelian yang disepakati IKS dan pihak AW untuk satu unit AW-101 senilai US$ 39,3 juta atau setara kurang lebih Rp 514,5 miliar,” ungkap Firli.

Sekitar November 2015, panitia pengadaan heli AW-101 VVIP/VIP mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Dirgantara Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek. Pemerintah kemudian meminta penundaan pengadaan heli AW-101 karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung. 

Namun, pada 2016 pengadaan heli AW-101 kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dengan metode lelang melalui pemilihan khusus yang diikuti dua perusahaan pengadaan.

“Panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri kontrak pekerjaan. Harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran pada 2015 senilai US$ 56,4 juta dan disetujui oleh PPK,” kata Firli.

Tak hanya itu, Irfan juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan MA, FA selaku pejabat pembuat komitmen. Untuk persyaratan lelang yang hanya diikuti dua perusahaan, Irfan diduga menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya untuk mengikuti lelang ini yang disetujui PPK.

KPK menduga, Irfan Kurnia Saleh telah menerima pembayaran 100 persen. Padahal, faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Beberapa di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

“Akibat perbuatan IKS diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar,” ungkap Firli.

Atas perbuatannya, Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Ridwan Maulana