Gedung Merah Putih KPK | IST

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Jost Lino dengan hukuman empat tahun pidana penjara. 

RJ Lino terbukti merugikan keuangan negara sebesar USD 1,99 juta atau setara Rp 28 miliar dalam pengadaan dan pemeliharaan tiga Quay Container Crane (QCC) untuk Pelindo II pada tahun 2011.

“Meski belum berkekuatan hukum tetap, KPK mengapresiasi putusan Majelis Hakim pada tingkat pertama yang telah memasukkan penghitungan kerugian keuangan negara oleh KPK dalam pertimbangan putusannya,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (17/12/2021). 

Ali menegaskan, ada tidaknya kerugian keuangan negara pada perkara Tipikor penting diketahui. Sehingga dapat disimpulkan memenuhi atau tidak unsur pidananya.

“Sebagaimana kita pahami, kerugian keuangan negara merupakan salah satu jenis korupsi berdasar UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ucap Ali.

Menurut Ali, nilai penghitungan keuangan negara juga penting dalam proses asset recovery pada eksekusi putusan inkracht nantinya. Namun sejauh ini, perkara dengan terdakwa RJ Lino tersebut masih berproses. 

“Sehingga kami tentu akan menunggu sampai perkara tersebut inkracht,” ucap Ali.

Maka, jika perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap, lanjut Ali, seluruh pertimbangan hakim termasuk terkait penghitungan keuangan negara dimaksud tentu akan menjadi terobosan baru bagi KPK dan pemberantasan korupsi ke depan dalam menangani perkara korupsi. 

“KPK mengapresiasi Majelis Hakim yang telah mempertimbangkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Accounting Forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK,” ucap Ali. 

Dalam putusannya, majelis menilai bahwa perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara hingga USD 1,99 juta atau sekitar Rp 28 miliar. Ali menegaskan, hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi, bahwa KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK dan BPKP yang memiliki kewenangan tersebut. 

“Putusan Majelis Hakim telah menjunjung tinggi azas-azas penegakkan hukum tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime, yang tidak hanya untuk memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku, namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara,” tegas Ali. 

Dalam putusannya, Richard Jost Lino divonis empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) pada PT Pelindo II tahun 2011. 

RJ Lino dinilai terbukti memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) Tiongkok.

Vonis terhadap RJ Lino diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion antara anggota majelis hakim.

Dua hakim anggota, Teguh Santoso dan Agus Salim menyatakan RJ Lino bersalah. Sementara, Ketua Majelis Hakim Rosmina menyatakan RJ Lino tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

RJ Lino tetap terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Ridwan Maulana