Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono | demokrat.or.id

HARNAS.ID – Partai Demokrat (PD) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).  Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan,  sikap ini diambil setelah mendengar aspirasi masyarakat .

“Aspirasi masyarakat  dari berbagai daerah lewat DPD/DPC seluruh Indonesia dan mengkaji isi RUU Ciptaker. Kami @PDemokrat melalui @FPD_DPR mengambil keputusan tegas menolak RUU Ciptaker dalam rapat pembahasan tingkat I di Badan Legislatif DPR RI,” kata Agus dalam akun twitter@AgusYudhoyono, Minggu (4/10/2020)

Agus  menjelaskan, PD  memahami RUU Ciptaker bertujuan menjalankan agenda perbaikan dalam reformasi birokrasi, peningkatan ekonomi, dan percepatan penyerapan tenaga kerja nasional. Namun, ada lima persoalan mendasar. Hal ini di antaranya, kata Agus melanjutkan, RUU Ciptaker  tidak memiliki urgensi dan tidak berada dalam kepentingan memaksa di tengah krisis pandemi.

“Prioritas utama negara harus berorientasi pada upaya menangani pandemic, khususnya menyelematkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran COVID-19 dan memulihkan ekonomi rakyat,” ujar Agus.

Politikus PD Syarief Hasan turut mengatakan, dirinya tidak setuju pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Dan bila RUU ini akan disahkan oleh Paripurna DPR, maka Partai Demokrat pasti menolak atau minta untuk ditunda,” kata Syarief seperti dikutip Antara.

Wakil Ketua MPR RI itu menyayangkan aspirasi masyarakat yang tidak terserap oleh pemerintah dalam draf RUU tersebut. Selain itu, kata Syarief melanjutkan, banyak muatan dalam RUU tersebut yang ditolak elemen masyarakat di Indonesia karena dinilai tidak pro terhadap rakyat.

Muatan bermasalah tersebut, kata dia, seperti aturan pesangon yang semakin menurun kualitasnya dan tanpa kepastian hukum yang jelas.

“RUU ini akan semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil,” kata Syarief.

Pemerintah dan DPR RI juga bersepakat untuk memasukkan skema baru yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam RUU Omnibus Law Ciptaker untuk menyelesaikan permasalahan pesangon PHK yang dinilai merugikan pekerja. JKP yang menggunakan skema asuransi itu dinilai akan menyerap APBN cukup besar.

Karena, selain mengharuskan pemerintah memberi dana kas atau data tunai per bulan kepada pekerja PHK. Aturan terkait JKP juga mengharuskan pemerintah menyiapkan pendidikan dan pelatihan (diklat) pekerja untuk meningkatkan skill dan kapasitas pekerja dan memberi informasi pekerjaan atau menyalurkan pekerja kepada pekerjaan baru.

“Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraproduktif, dan tidak pro-rakyat,” ujar Syarief.

Editor: Aria Triyudha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini