Harnas.id, Kota Bogor – Polresta Bogor Kota bekerja sama dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di kawasan Bogor. Delapan korban, yang semuanya perempuan, berhasil diselamatkan dalam operasi ini. Penangkapan berlangsung di apartemen Bogor Valley, Jalan Soleh Iskandar, Kota Bogor, pada Selasa (24/12/2024).
Kapolresta Bogor Kota, Kombespol Bismo Teguh Prakoso, bersama Brigjen Pol Drs. Eko Iswantono, MM, dari P2MI, memimpin konferensi pers pada Jumat (27/12/2024) di Mako Polresta Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat.
Kapolresta menjelaskan, kasus ini bermula dari informasi P2MI mengenai penampungan tenaga kerja ilegal di apartemen Bogor Valley. Tim gabungan menemukan delapan perempuan korban perdagangan manusia dan menangkap seorang pelaku berinisial MZL, yang bertugas menjaga lokasi penampungan.
Hasil pengembangan mengungkap keterlibatan tersangka lainnya, MK, yang memberikan perintah dan upah kepada MZL. MK bekerja atas arahan D dan V, dua agen sindikat yang berbasis di Abu Dhabi.
Sindikat ini merekrut korban dengan menawarkan pekerjaan sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Qatar dan Uni Emirat Arab, dengan gaji Rp4.800.000 hingga Rp5.000.000 per bulan. Proses lamaran hanya melibatkan foto diri dan video perkenalan, yang dikirimkan ke D dan V untuk mencari calon majikan. Jika majikan setuju, keberangkatan diatur oleh sindikat.
“Sejak Juli 2024, sindikat ini telah memberangkatkan sekitar 15-20 TKW secara ilegal,” ungkap Kombespol Bismo.
Delapan korban berinisial N, WW, T, JU, AM, S, M, dan J, seluruhnya berasal dari luar Kota Bogor. Sementara, dua tersangka utama adalah MK dan MZL. Mereka tidak memiliki izin resmi untuk menampung atau memberangkatkan tenaga kerja ke luar negeri. Sindikat ini juga melibatkan jaringan di luar negeri, Bandara Soekarno-Hatta, serta sponsor di daerah-daerah.
Kombespol Bismo menegaskan, para tersangka dijerat Pasal 4 dan Pasal 10 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Selain itu, mereka juga dikenai Pasal 81 dan Pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Brigjen Eko mengimbau masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri agar selalu melalui agen resmi dan legal.
“Jangan terjebak oleh tawaran yang tidak jelas. Lindungi diri Anda dengan mengikuti jalur yang sah,” katanya.