Fintech (Finansial Teknologi) | IST

HARNAS.ID – Gelombang inovasi di berbagai bidang teknologi berdampak pada seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk layanan jasa keuangan yang memunculkan lembaga keuangan non formal. Teknologi ini semakin dekat, cepat, melalui genggaman tangan via platform yang dikenal sebagai fintech.

Financial technology (fintech) adalah sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Fintech menjanjikan fleksibilitas, keamanan, dan efisiensi modern yang memanfaatkan aplikasi atau website yang bisa diakses secara online 

Fintech adalah jenis perusahaan di bidang jasa keuangan yang digabungkan dengan teknologi. Kehadiran fintech membuka peluang bagi masyarakat agar dapat lebih mudah dalam mengakses berbagai layanan keuangan dengan efisien. 

“Layanan fintech dapat diakses hanya dengan memanfaatkan internet. Peran fintech di Indonesia mengubah gaya hidup seseorang atau masyarakat,” kata Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus dalam webinar Aptika Kominfo, Kamis (28/10/2021). 

Menurut Lodewijk, fintech ilegal tidak ada regulator khusus yang bertugas mengawasi kegiatannya. Fintech legal terdaftar OJK serta berada dalam pengawasan lembaga tersebut yang sangat memperhatikan aspek perlindungan konsumen. 

“Fintech ilegal melakukan penagihan dengan cara kasar, cenderung mengancam, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum. Sedangkan fintech legal wajib mengikuti sertifikasi tenaga penagih yang dilakukan oleh AFPI,” ujarnya. 

Perbedaan kepatuhan peraturan, fintech ilegal melakukan kegiatan tanpa tunduk pada peraturan, baik POJK maupun peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Fintech legal wajib tunduk pada peraturan, baik POJK maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Adalun perbedaan lokasi kantor, fintech ilegal tidak memiliki alamat kantor yang jelas dan bisa jadi berada di luar negeri untuk menghindari aparat hukum. Fintech legal memiliki alamat kantor yang jelas dan disurvei oleh OJK. 

“Syarat pinjam meminjam fintech ilegal cenderung sangat mudah, tanpa menanyakan keperluan pinjaman. Sedangkan fintech legal perlu mengetahui tujuan pinjaman serta membutuhkan dokumen-dokumen untuk melakukan credit scoring,” tutur Lodewijk.

Fintech ilegal juga tidak memiliki asosiasi dan tidak dapat menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Fintech legal wajib menjadi anggota AFPI. Lodewijk mengimbau masyarakat waspada terhadap pinjaman online dan harus bijak dalam menggunakan pinjaman tersebut. 

“Fintech sebagai salah satu bentuk digitalisasi dalam Industri 4.0, tidak dapat terlepas dari ekonomi digital dalam hal security, technology, edukasi, infrastruktur, dan grand strategy,” ujarnya.

Lantaran merupakan jasa keuangan, fintech perlu kejelasan dalam hal kepastian, keamanan, conduct, perlindungan konsumen, dan sustainable. Hal-hal tersebut perlu dikawal oleh regulator, baik dari sisi “soft touch” antara inovasi dan pengembangan maupun “save the harbor” dalam hal sustainable, stability, dan perlindungan konsumen.

“Sebagai industri baru, fintech memiliki dampak pada area bisnis baru-growth & inklusi mengganti bisnis yang sudah ada (disruption). Ini juga berdampak pada alokasi sumber daya termasuk SDM,” ujarnya. 

Masyarakat, kata Lodewijk, harus lebih cerdas dan bijak dalam memanfaatkan Fintech. Khususnya bagi generasi milenial yang akrab dengan internet harus menjadi garda depan dalam menyampaikan edukasi kepada masyarakat agar tidak menjadi korban rentenir digital atau pinjaman ilegal. 

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini