Harnas.id, BOGOR – Sebagain besar masyarakat Indonesia mungkin pernah mengetahuinya bagaimana kedekatan secara pribadi kedua tokoh ini. Mereka dikenal sangat dekat.
Saat ini kedekatan mereka tidak sebatas hanya hubungan sebagai sahabat saja tapi lebih dari itu keduanya dipertemukan dalam posisi yang sama, yaitu sebagai kepala negara di masing-masing negara berdaulat.
Belum hilang dari ingatan kita, pada 13 April 2025, kedua tokoh ini menampilkan sesuatu yang berbeda dalam dunia diplomasi. Ada hal yang mengejutkan ketika Raja Abdullah II menyambut Presiden Prabowo Subianto ketika melakukan lawatan ke Yordania.
Disini dunia dikejutkan oleh pemandangan langka dan bermakna: Raja Abdullah II menjemput langsung Presiden Prabowo di bandara militer Amman dan menyetir sendiri mobil yang membawanya ke hotel. Dalam tradisi diplomatik, tindakan seperti ini nyaris mustahil. Tapi bagi mereka berdua, ini bukan basa-basi—ini simbol: simbol kepercayaan, kesetaraan, dan penyatuan misi besar: membela Palestina dan nilai-nilai kemanusiaan.
Kebersamaan mereka bukan retorika. Juni 2024, dalam Konferensi Kemanusiaan untuk Gaza di Amman, mereka tampil tegas menyerukan gencatan senjata dan akses bantuan internasional. Tidak hanya bicara, Indonesia dan Yordania mengirim rumah sakit lapangan, dokter militer, hingga logistik ke Gaza. Untuk pertama kalinya, dunia melihat militer Indonesia menjalankan operasi udara bantuan kemanusiaan lintas batas, langkah berani yang dipuji dunia.
Lebih dari itu, Presiden Prabowo menawarkan tempat aman bagi korban luka Palestina di tanah Indonesia dan secara terbuka membawa isu kemerdekaan Palestina ke berbagai panggung global—dari Ankara hingga Washington. Raja Abdullah II, di sisi lain, terus menjaga tempat-tempat suci Yerusalem dengan kehormatan dan ketegasan.
Apa makna semua ini bagi Indonesia?
Maknanya jelas: Indonesia hari ini tidak lagi hanya penonton diplomasi dunia. Di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia tampil sebagai kekuatan tengah yang berani bersuara, berdiri tegak tanpa ragu, dan bertindak nyata demi umat dan kemanusiaan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, rakyat Indonesia melihat pemimpinnya disambut bukan hanya dengan tangan terbuka, tapi dengan rasa hormat yang dalam dari dunia internasional.
Duet Prabowo–Abdullah adalah titik temu antara Asia dan Arab, antara kekuatan moderat yang bisa menjembatani Barat dan Timur, dan menghadirkan solusi konkret untuk perdamaian. Ini adalah babak baru: bukan jihad dengan senjata, tapi jihad dengan keberanian moral, diplomasi cerdas, dan empati yang berani bergerak.
Perjuangan Palestina belum selesai. Tapi dunia kini tahu: jika ada pemimpin yang sungguh peduli dan siap bertindak, maka nama Prabowo Subianto akan tercatat di antara yang paling lantang dan paling tulus.
Hari ini, dari Amman hingga Jakarta, dari Gaza hingga dunia, kita melihat satu hal: harapan itu telah menemukan porosnya.
Dan poros itu… adalah Indonesia.
Oleh: Haris Susetyo Wibowo