Kemenkumham Bahas Rumah Keadilan Restoratif

Foto: Istimewa

BANDUNG, Harnas.id – Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Andi Taletting Langi bersama Kepala Bidang Hukum Lina Kurniasari bersama Perancang Perundang-undangan Zonasi Kota Bogor, Biro Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Kota Bogor, Kepolisian Resor Kota Bogor, dan para Camat Kota Bogor, Senin (20/02/2023), mengikuti Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rumah Keadilan Restoratif bersama Sekretariat Daerah Pemerintah Daerah Kota Bogor yang dilaksanakan secara Virtual melalui Aplikasi Zoom.

Rapat Harmonisasi ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang bertujuan menyelaraskan, mengharmonisasikan dan menyamakan konsepsi perumusan norma dalam Peraturan Daerah, sehingga Peraturan yang ditetapkan akan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat dilaksanakan atau implementatif.

Dalam sambutannya, Andi menyampaikan Rumah Keadilan Restoratif, pada dasarnya terdapat dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Andi menambahkan sebagaimana termuat dalam Pasal 9 Peraturan Jaksa Agung Nomor 5 Tahun 2020 bahwa proses perdamaian dilaksanakan di kantor Kejaksaan kecuali terdapat kondisi atau keadaan yang tidak memungkinkan karena alasan keamanan, kesehatan, atau kondisi geografis, proses perdamaian dapat dilaksanakan di kantor pemerintah atau tempat lain yang disepakati dengan surat perintah dari Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri. “Namun terkait dengan kewenangan Pemerintah Daerah perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut,” katanya.

Andi pun meminta pada pelaksanaanya nanti Perancang Kantor Wilayah dapat menyampaikan hal-hal yang menjadi titik permasalahan krusial yang harus didiskusikan dengan Pemrakarsa dan Perangkat Daerah terkait.

“Sehingga diperoleh rumusan rancangan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan implementasi dalam pelaksanaannya,” paparnya.

Dalam pembahasannya, baik dari Biro Hukum Provinsi maupun paparan dari Perancang Kantor Wilayah juga menyampaikan bahwa hal krusial yang harus diperhatikan adalah urgensi pembentukan Peraturan Daerah ini baik dari aspek normatif, sosiologis, maupun filosofis, terutama dalam hal kewenangan Pemerintah Daerah jangan sampai masuk ke pengaturan penegakan hukum (restorative justice).

“Sehingga Pemerintah Daerah Kota Bogor perlu melakukan pengkajian kembali terhadap urgensi dan perumusan norma dalam rancangan Peraturan Daerah tersebut,” tandas Andi. (PB/*)