Petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan memeriksa kelengkapan dokumen kapal ikan yang melaut di kawasan perikanan nasional | DOK KKP

HARNAS.ID – Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menginginkan adanya perubahan paradigma regulasi yang berhubungan dengan tata kelola awak kapal perikanan yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.33/2021.

“Paradigma perlindungan awak kapal perikanan belum banyak berubah dalam aturan tersebut karena hanya sedikit memperbaiki aspek perlidungan tenaga kerja yang terlibat dalam operasi penangkapan ikan,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Senin (13/9/2021).

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.33/2021 tentang logbook penangkapan ikan, pemantauan di atas kapal penangkapan ikan dan kapal pengangkut ikan, inspeksi pengujian, dan penandaan kapal perikanan, serta tata kelola pengawakan kapal perikanan merupakan penggabungan beberapa peraturan sebelumnya, di mana salah satu yang diatur adalah mengenai tata kelola awak kapal perikanan.

Abdi mengingatkan bahwa salah satu permasalahan dalam tata kelola pengawakan selama ini adalah tentang rendahnya transparansi dan keadilan sistem rekruitmen.

“Selama ini sistem dan mekanisme rekrutmen awak kapal perikanan sangat tidak transparan, penuh tipu daya, informal, adanya praktik percaloan dan adanya pungutan kepada calon awak kapal perikanan,” katanya.

Oleh karena itu, dia menyayangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut tidak mengatur tentang ketentuan rekrutmen awak kapal perikanan yang bersifat adil.

“Perlu ada pengaturan jika perekrutan dilakukan langsung oleh pemilik kapal atau perusahaan dan perekrutan yang dilakukan oleh agen,” kata Abdi.

Dia mengemukalan, jika perekrutan menggunakan agen, pemilik kapal/perusahaan harus memiliki perjanjian atau kontrak tertulis resmi dengan agen yang mencakup penyediaan layanan perekrutan.

Pemilik kapal atau perusahaan, lanjutnya, harus memastikan bahwa awak kapal perikanan yang direkrut dan ditempatkan oleh agen tersebut memahami dan menyetujui persyaratan kerja mereka secara sukarela dan tanpa ancaman hukuman.

Sementara itu, peneliti DFW Indonesia Laode Hardian mengatakan bahwa saat ini operasional dan pergerakan kapal perikanan dalam negeri dilakukan melalui pelabuhan resmi dan pelabuhan tangkahan.

“Tak jarang, kapal yang melakukan operasi penangkapan ikan tidak memenuhi aspek perizinan, pengawakan, aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan logistik yang mencukupi dan akhirnya berakibat timbulnya masalah antara awak kapal perikanan, nakhoda, pemilik kapal atau perusahaan,” kata Laode.

Untuk memastikan kondisi kerja yang layak diatas kapal perikanan, memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan terpenuhinya aspek K3 diperlukan mekanisme dan aturan inspeksi bersama diatas kapal perikanan.

“Inspeksi bersama ini perlu dilakukan oleh otoritas Syahbandar Pelabuhan Perikanan, unit kerja Ketenagakerjaan dan unit kerja perhubungan,” katanya.

Dia berpendapat bahwa ketiadaan inspeksi bersama di kapal perikanan selama ini menyebabkan mencuatnya sejumlah kecelakaan, kasus pelanggaran ketenagakerjaan dan penelantaran awak kapal perikanan di kapal ikan domestik.

Editor: Firli Yasya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini