HARNAS.ID – Buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) pada tahun 2021. Pandemi COVID-19 tidak bisa dijadikan alasan pengusaha menolak kenaikan UMK ini.
“Pengusaha banyak yang tidak jujur, padahal secara manajemen keuangan seharusnya setiap pengusaha memiliki dana darurat yang bisa digunakan untuk membayar kebutuhan di saat kondisi darurat saat pandemi COVID-19,” kata Koordinator Forum Buruh Kawasan (FBK) Pulogadung Hilman Firmansyah di Jakarta, Rabu (28/10/2020).
Pernyataan itu dikemukakan Hilman menindaklanjuti Surat Edaran bernomor M/11/HK.04/X/2020 yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah pada 26 Oktober 2020.
Menurut Hilman, surat edaran Menaker berisi tiga permintaan kepada seluruh gubernur di Indonesia. Pertama, penyesuaian penetapan upah minimum 2021 sama dengan tahun 2020. Kedua, pelaksanaan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Ketiga, menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada 31 Oktober 2020.
“Surat edaran tersebut sama saja menyatakan bahwa tidak ada kenaikan upah minimum tahun 2021,” ujar Hilman menegaskan
Oleh karena itu, FBK Pulogadung meminta Gubernur untuk tidak menggunakan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan dalam proses penetapan Upah Minimum tahun 2021 dan menaati Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
FBK Pulogadung memastikan kaum buruh akan bergelombang melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan yang menyengsarakan buruh.
“Seharusnya memberikan insentif tambahan penghasilan bagi pekerja selama wabah COVID-19, bukan malah tidak ada kenaikan upah minimum pada tahun 2021,” ujar Hilman.
Ia menyebut, saat krisis moneter tahun 1997-1998, upah minimum tetap naik. “Hal ini memang mesti dilakukan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat,” ucap Hilman yang juga mantan aktivis mahasiswa 1998 itu.
Editor: Aria Triyudha