Harnas.id, JAKARTA – Perkembangan sidang kasus dugaan korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Aneka Tambang (Antam) di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, terus menjadi perhatian publik. Perkara ini saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Sejumlah pihak menyerukan agar seluruh pihak yang diduga terlibat dalam perkara ini diproses secara hukum. Salah satu nama yang mencuat adalah Komisaris PT Lawu Agung Mining (LAM), Tan Lie Pin. Meski delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dituntut di pengadilan, Tan Lie Pin hingga kini belum pernah diperiksa sebagai tersangka.
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap dugaan bahwa Tan Lie Pin memerintahkan dua orang office boy PT LAM untuk membuka rekening bank guna menampung dana dari hasil penjualan nikel yang diduga tidak sah. Nilai dana tersebut diperkirakan mencapai Rp135,8 miliar. Pernyataan ini muncul dalam sidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Windu Aji Sutanto pada 14 Mei 2025.
Namun, Tan Lie Pin tercatat belum hadir dalam tiga kali pemanggilan sebagai saksi, termasuk dalam sidang terakhir. Dalam persidangan pada 28 April 2025 lalu, majelis hakim sempat meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan Tan Lie Pin secara paksa. Ketidakhadirannya kembali pada sidang 14 Mei menimbulkan pertanyaan dan sorotan dari publik.
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak Tan Lie Pin maupun kuasa hukumnya terkait ketidakhadiran tersebut. Sementara itu, pihak Kejaksaan belum memberikan penjelasan mengenai langkah yang akan diambil untuk memastikan kehadiran saksi tersebut.
Sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar pada 21 Mei 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi. Sejumlah pengamat hukum menilai kehadiran saksi dalam proses peradilan penting demi kelengkapan pembuktian dan penghormatan terhadap proses hukum.
Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU-VIII/2010, saksi adalah setiap orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Definisi ini tidak terbatas pada mereka yang melihat langsung suatu peristiwa, tetapi juga yang memiliki pengetahuan relevan terkait tindak pidana.
Pasal 224 KUHP juga menyatakan bahwa menolak hadir sebagai saksi tanpa alasan yang sah merupakan tindak pidana, dan hal serupa ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan mulai berlaku efektif pada 2026.
Sejumlah elemen masyarakat berharap seluruh proses hukum dalam perkara ini berjalan secara transparan dan berkeadilan. Keterangan dari saksi-saksi, termasuk Tan Lie Pin, dinilai penting untuk mengungkap secara menyeluruh perkara dugaan korupsi dan pencucian uang yang ditaksir merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah tersebut.
Editor: IJS