Ilustrasi tersangka kasus korupsi usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung. ANTARA FOTO | APRILIO AKBAR

HARNAS.ID – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta aparat penegak hukum untuk memiskinkan para pelaku korupsi sebagai efek jera.

“Kebijakan penegakan hukum wajib memastikan bahwa hukuman haruslah dapat memberikan deterrent effect, baik di sektor pidananya dan juga di sektor perekonomian pelaku,” kata Burhanuddin saat dalam acara penyerahan barang hasil rampasan negara dari Kementerian Keuangan kepada Kejaksaan RI, Jakarta, Selasa (24/11/2020)..

Jika sebelumnya menggunakan pendekatan mengejar dan menghukum pelaku melalui pidana penjara (follow the suspect), maka sekarang orientasinya harus dibarengi dengan pendekatan follow the money dan follow the asset.

Burhanuddin melanjutkan, pentingnya menggabungkan pendekatan pidana dengan pendekatan ekonomi karena pelaku white collar crime memiliki rasio yang tinggi. Hal ini terlihat dari modus yang kian canggih dan terstruktur karena dicampur dengan teori-teori ilmu pengetahuan seperti akuntansi dan statistik.

“Jika diukur dari canggihnya modus operandi, kelas orang yang terlibat dan besaran dana yang dijarah, jelas korupsi merupakan kejahatan kelas tinggi yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh prinsip yang keliru yaitu keserakahan itu indah (greedy is beautiful),” kata Burhanuddin dikutip Antara.

Para pelaku kejahatan korupsi, ujar Burhanuddin, mempertimbangkan antara biaya dan keuntungan yang dihasilkan.

“Kalkulasi untung rugi tersebut bertujuan untuk menentukan dan memutuskan pilihan apakah melakukan atau tidak melakukan suatu kejahatan.Pilihan yang diambil para pelaku adalah melakukan karena masih sangat menguntungkan,” ucapnya.

Oleh karena itu, tidak sedikit pelaku korupsi yang siap masuk penjara. Namun, pelaku dan keluarganya masih akan tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang telah dilakukan.


Jika aparat penegak hukum menerapkan dua pendekatan sekaligus yakni pendekatan pidana dan pendekatan ekonomi, Burhanuddin memastikan ada dua hal positif yang dapat diperoleh.

Pertama, dengan perampasan aset akan memberikan pesan kuat kepada para pelaku korupsi bahwa kejahatan yang mereka lakukan tidak memberikan nilai tambah finansial.”Justru memiskinkan dan menimbulkan kesengsaraan bagi si pelaku,” katanya.

Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan dan benda sita eksekusi sebagai aset pada akhirnya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan satu kesatuan utuh dan tidak dapat terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana.

“Dengan sudut pandang tersebut diharapkan dapat menginisiasi munculnya upaya semaksimal mungkin dan terintegrasi secara baik di setiap tahapan penegakan hukum, agar menjaga dan mempertahankan nilai aset yang berasal dan ada kaitannya dengan tindak pidana tidak berkurang sehingga aset tersebut dapat segera dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan dapat menghadirkan keadilan ekonomi,” urai Burhanuddin.

Editor: Aria Triyudha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini