Menteri KKP Edhy Prabowo (nonaktif) memakai rompi tahanan, dikawal petugas usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari. HARNAS.ID | BARRI FATHAILAH

HARNAS.ID – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa jaksa KPK menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS dan Rp 24,625 miliar terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Sehingga total suap tersebut mencapai Rp 25,7 miliar. 

“Terdakwa Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI melalui Amiril Mukminin dan Safri menerima uang sejumlah 77 ribu dolar AS dari Suharjito selaku pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) dan melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe menerima uang sebesar Rp 24,625 miliar,” kata JPU KPK Ronald Worotikan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/4/2021). 

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edhy bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor kepada PT DPPP. 

Selaku menteri, Edhy ingin memberikan izin pengelolaan budi daya dan ekspor lobster, sehingga staf khusus Edhy yaitu Andreau mengundang Direktur PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) Deden Deni Purnama, dan pemilik PT PLI Siswadhi Pranoto Lee pada Februari 2020.

Pada Maret 2020, sekretaris pribadi Edhy yaitu Amiril Mukminin menyampaikan ke Deden bahwa ia mencari perusahaan pengiriman kargo (freight forwarding) untuk ekspor. Siswadhi lalu menawarkan PT Aero Citra Kargo (ACK) miliknya, sehingga pada April 2020 disepakati PT PLI menetapkan biaya pengiriman PT ACK adalah Rp 350 per ekor benur. 

Pada 4 Mei 2020, Edhy Prabowo menerbitkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah NKRI yang isinya antara lain mengizinkan dilakukannya budi daya dan ekspor benur. 

Pemilik PT DPPP Suharjito lalu tertarik untuk mengajukan izin budi daya dan ekspor benur lalu menemui Edhy di rumah dinasnya. Edhy lalu meminta Suharjito berkoordinasi dengan staf khususnya bernama Safri terkait keinginannya ekspor benur tersebut. Selanjutnya Safri meminta Suharjito berkoordinasi dengan Dalendra Kardina selaku sekretaris pribadi Safri.

Pada 5 Mei 2020, Suharjito meminta Manager Operasional Kapal PT DPP Agus Kurniyawanato untuk berkoordinasi dengan Safri.

Edhy Prabowo pada 14 Mei 2020 lalu menerbitkan keputusan menteri tentang pembentukan Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster (Panulirus spp) dengan menunjuk Andreau Misanta selaku Ketua dan Safri selaku Wakil Ketua. 

Tugas tim itu adalah memeriksa kelengkapan dan validitas dokumen yang diajukan oleh perusahaan calon pengekspor. 

Pada 10 Juni 2020, Amiril Mukmini dan Andreau Misanta meminta Deden untuk memasukkan nama Nursan dan Amir yaitu teman dekat dan representasi Edhy ke dalam kepengurusan PT ACK dan membuat perubahan saham, yaitu Nursan selaku komisaris mendapat saham 41,65 persen; Amri selaku Direktur Utama mendapat 40,65 persen; Yudi Surya Atmaja selaku representasi PT PLI mendapat 16,7 persen, dan PT Dentras Interkargo Perkasa mendapat 1 persen.

“Padahal senyatanya Nursan dan Amri hanya dipinjam namanya sebagai pengurus perusahaan (nominee) serta tidak memiliki saham di PT ACK,” kata Jaksa Ronald.

Selanjutnya ditetapkan bahwa biaya ekspor BBL Rp1.800 per ekor dengan pembagian PT PLI mendapat biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 dan PT ACK mendapat Rp 1.450 per ekor benur. 

“Biaya yang telah diterima PT ACK tersebut dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan persentase kepemilikan sahamnya yang merupakan representasi dari terdakwa dan Siswhadi Pranoto Lee,” kata Jaksa Ronald.

Sedangkan proses perizinan PT DPPP masih belum selesai. Pada Juni 2020, Agus menemui Safri dan mendapat jawaban untuk memperoleh izin diminta uang komitmen sebesar Rp 5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap. Agus lalu melaporkan ke Suharjito dan Suharjito menyanggupinya.

Pada 16 Juni 2020, Suharjiato lalu menyerahkan uang sejumlah 77 ribu dolar AS kepada Safri di Kantor Kementerian KP sambil mengatakan “Ini titipan buat Menteri”. Selanjutnya Safri menyerahkan uang itu kepada Amiril Mukminin.

Pada 26 Juni 2020 barulah Kementerian KP menerbitkan Surat Penetapan Pembudidayaan Lobster atas nama PT DPPP dan pada 6 Juni menerbitkan izin ekspor BBL atas nama PT DPPP.

Atas arahan Edhy Prabowo pada 1 Juli 2020 Antam Novambar selaku Sekretaris Jenderal Kementerian KP membuat nota dinas kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor ND.123.1/SJ/VII/2020 perihal tindak lanjut pelaksanaan ekspor. 

“Menindaklanjuti nota dinas tersebut, Habri Yake selaku Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) menandatangani Surat Komitmen dengan seluruh eksportir BBL sebagai dasar untuk penerbitan Bank Garansi di Bank BNI yang dijadikan jaminan ekspor benur,” ujar jaksa. 

Atas permintaan Andreau Misanta, para eksportir BBL diharuskan menyetor uang ke rekening bank garansi sebesar Rp 1.000 per ekor yang diekspor dan telah ditetapkan oleh Edhy walaupun Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ekspor benur, sehingga terkumpul uang di Bank Garansi yang jumlah seluruhnya sebesar Rp 52,319 miliar.

Pada 11 Agustus 2020, Amiril meminta Deden membuat perubahan komposisi pemegang saham PT ACK meninggal dunia, karena Nursan meninggal dunia.

Amiril meminta Achmad Bahtiar yang juga sebagai representasi Edhy Prabowo menjadi “nominee”, sehingga komposisi kepemilikan saham yaitu Achmad Bahtiar (41,65 persen), Amri (41,65 persen), Yudi Sruya Atmaja (16,7 persen).

Pada September-November 2020, PT DPPP telah melakukan ekspor benur ke Vietnam sebanyak sekitar 642.684 ekor menggunakan jasa kargo PT ACK dengan biaya pengiriman seluruhnya Rp 940.404.888 dan setelah dipotong pajak dan biaya meterai diberikan ke PT PLI sejumlah Rp 224.933.400 dan PT ACK sejumlah Rp 706.001.440.

Sejak PT ACK beroperasi pada Juni-November 2020, PT ACK mendapat keuntungan bersih Rp 38.518.300.187 yang diterima dari Suharjito dan perusahaan pengekspor benur lainnya.

Bagian Finance PT ACK bernama Nini membagikan uang secara bertahap pada periode Juli-November 2020 sekali sebulan kepada pemilik saham ACK seolah-olah deviden, yaitu kepada Amri senilai Rp 12,312 miliar; kepada Achmad Bachtiar senilai Rp 12,312 miliar; dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,047 miliar.

“Uang yang menjadi bagian Amri dan Achmad Bahtiar selaku representasi terdakwa yang berasal dari PT ACK dengan total Rp 24.625.587.250 dikelola Amiril Mukminin yang memegang buku tabungan dan kartu ATM milik Achmad Bahtiar dan Amri atas sepengetahuan terdakwa,” kata jaksa.

Setelah Edhy menerima uang dari para pengekspor BBL tersebut, selanjutnya uang digunakan untuk membeli tanah, membayar sewa apartemen, membeli mobil, jam tangan, sepeda, merenovasi rumah, pembayaran bisnis buah-buahan, pembelian barang di Amerika Serikat serta memberikan uang ke berbagai pihak seperti sekretaris pribadi, staf ahli, penyanyi dangdut, pesilat, dan pihak lainnya.

Atas perbuatannya, Edhy Prabowo didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.

Terhadap dakwaan tersebut, Edhy Prabowo tidak mengajukan keberatan (eksepsi).

“Setelah kami berdiskusi dengan terdakwa kemarin, kami berkesimpulan bahwa baik terdakwa maupun penasihat hukum tidak mengajukan keberatan,” kata Soesilo Aribowo selaku penasihat hukum Edhy Prabowo.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini