HARNAS.ID – Banyak  beredar informasi yang tidak benar tentang Papua di masyarakat, seperti Pendapatan Pajak atau sumbangan  dari Papua lebih besar dibandingkan sumbangan dari Pemerintah Pusat. Menanggapi hal itu, Pengamat Papua Dubes Prof Imron Cotan menyebut sumbangan Pemerintah Pusat  ke Papua jauh lebih besar dibandingkan dari Papua sendiri.

“Pajak dari Papua itu sendiri  tidak  sampai sepuluh triliun rupiah, sementara sumbangan dari pusat ke papua lebih dari empat puluh triliun rupiah. Jadi, kalau ada yang bilang Pemerintah Pusat mengambil kekayaan dari Papua itu keliru.  Sumbangan dari Pemerintah Pusat itu jauh  lebih besar.  Kadang, lebih banyak bicara tentang mitos tanpa menggali kebenarannya. Sehingga yang keluar adalah hoax,” ujar Cotan saat menjadi narasumber webinar yang digelar Moya Institute dengan tema New York Agreement dan pembangunan di Papua.

Menurut Cotan, akar konflik Papua ada beberapa hal, diantaranya twisted histori atau ada yang menyuplai informasi seolah-olah berdasarkan hasil penilitian itu benar. Seperti penelitian dari LIPI atau yang meyakini bahwa Papua pernah merdeka kemudian diserahkan ke PBB. Padahal, semua itu tidak benar. Kedua, adanya miss manajemen prinsip reward  and punishmen tidak  diterapkan.  Ia menambahkan, seolah  Gubernur punya hak yang tidak  boleh disinggung. Ketiga, penanganan masalah korupsi Papua. Dana tersebut bisa berasal dari dana Otsus, dana perimbangan atau dana lain sulit diverifikasi.

“Saat pemeriksa datang ke Papua, dibikin sedemikian rupa  seperti kondisi yang tidak aman. Sehingga, saat pemeriksaan dilakukan di hotel atau memilih tempat yang dinilai aman,”paparnya.

Cotan melanjutkan, ada dua cara menyelesaikan masalah Papua yaitu dengan cara soft approach atau pendekatan lunak dan hard approach (pendekatan secara keras). Ia menambahkan, pendekatan lunak diterapkan melalui dialog yang melibatkan tokoh adat seperti dalam kasus pelanggaran HAM.  Membangun dialog, lanjutnya, dengan orang asli Papua dan non orang asli Papua sebagai langkah rekonsiliasi agar tidak ada kebuntuan. “Hard approuch dilakukan dengan cara memperketat  Yustisi,  operasi gakum, dan operasi terbatas,” jelasnya.

Imron juga membantah Pendeta Socrate Nyoman yang mengeluarkan buku  Bangsa Papua ditetapkan sebagai teroris. Menurutnya,  tidak ada pernyataan seperti itu dari Pemerintah. bahkan, dia menilai bahwa buku tersebut sebagai bagian upaya menggelorakan orang Papua kepada Pemerintah Pusat.

“Catat ya, tidak ada Cap Pemerintah Pusat yang mengatakan bahwa bangsa Papua ditetapkan sebagai teroris. Itu tidak benar. yang ada adalah kelompok Lekaga, Militer Morib dan lainnya. Pemerintah boleh menetapkan kelompok teroris tertentu, dan selama ini tidak ada protes dari luar,” tuturnya.

Editor: Sidharta Aria Agung

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini