HARNAS.ID – Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam meminta kepada Presiden Joko Widodo mengevaluasi Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.
Anam menilai bahwa Kepmenaker No. 260 Tahun 2015 menyebabkan diskriminasi, pelanggaran hak buruh migran perempuan, dan perdagangan manusia atau human trafficking.
“Hal ini harus dievaluasi oleh presiden. Jadi, level-nya harus presiden. Jadi, harus dievaluasi, dicabut, lalu Presiden menginstruksikan pada semua elemen yang menunjang, baik Menteri Luar Negeri, Menteri Ketenagakerjaan, termasuk juga Menteri Investasi untuk memikirkan hal ini,” tutur Anam.
Peraturan tersebut, kata Anam, dalam keterangan yang dikutip dari laman resmi Komnas HAM, Jumat (15/10/2021), akibat dari tidak adanya hubungan legal yang baik dengan beberapa negara di kawasan Timur Tengah, sehingga sering terjadi kekerasan kepada buruh migran yang sulit untuk ditangani oleh pihak berwenang.
“Kekerasan terhadap buruh migran di negara Timur Tengah sangat tinggi,” ucap dia.
Anam berpendapat, pemerintah harus bekerja keras dalam menata hubungan legal dan politik dengan berbagai macam negara, misalnya dengan negara-negara Timur Tengah, untuk memastikan warga negara Indonesia terlindungi dengan baik di negara-negara tersebut.
Selain terkait dengan Keputusan Menaker No 260 Tahun 2015, Anam juga mengatakan bahwa politik luar negeri, dalam konteks pelindungan buruh migran, juga harus dievaluasi oleh pemerintah.
“Saya setuju untuk memperbaiki hubungan dengan berbagai negara dan memastikan hubungan itu di dalamnya ada pelindungan terhadap buruh migran serta Kepmenaker ini dicabut,” kata Anam.
Dalam rangka mendesak Kementerian Tenaga Kerja untuk mencabut Kepmenaker No. 260 Tahun 2015 tersebut, Solidaritas Perempuan dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengadakan konferensi pers secara virtual pada Kamis (14/10/2021).
Editor: Ridwan Maulana