Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi mengenakan rompi tahanan KPK | IST

HARNAS.ID – Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen didakwa tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp 19,5 miliar atau tepatnya 19.515.595.000.

Salah satu pihak yang memberikan gratifikasi kepada Pepen adalah PT Summarecon Agung Tbk senilai Rp 1 miliar. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK, Amir Nurdianto di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (30/5/2022). 

Uang sebesar Rp 1 miliar dari Summarecon itu diterima Rahmat Effendi melalui yayasan miliknya dan keluarga, yakni Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya. Penerimaan itu terjadi dua tahap, yakni sebesar Rp 500 juta pada 29 November 2021 dan Rp 500 juta berikutnya pada 7 Desember 2021.

“Pada tanggal 29 November 2021 Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 500.000.000 dari PT Summarecon Agung Tbk secara transfer dari rekening BCA 065-34555965 atas nama PT Summarecon Agung Tbk ke rekening PT Bank BJB No. 0118932161100atas nama Masjid AR-Ryasakha,” ujar jaksa.

Secara total, jaksa KPK mendakwa Rahmat Effendi menerima gratifikasi sekitar Rp 1,8 miliar, tepatnya Rp1.852.595.000. Terdapat belasan pihak, termasuk dari Summarecon yang memberikan gratifikasi.

Namun,Rahmat Effendi tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 12 C ayat (1) UU Tipikor.

“Sehingga dengan demikian haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa selaku wali kota Bekasi periode 2018 sampai dengan 2023 yang merupakan penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme,” papar jaksa.

Atas perbuatan itu, Pepen didakwa melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.Selain menerima gratifikasi, Rahmat Effendi juga didakwa melakukan sejumlah perbuatan korupsi lainnya. Salah satunya, menerima suap sebesar Rp 10.450.000. 

Penerimaan suap sebesar 10,4 miliar tersebut terdiri dari Lai Bui Min senilai Rp 4,1 miliar; Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin sebesar Rp 3 miliar; dan berasal dari Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp 3,35 miliar.

“Terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 10,45 miliar,” kata jaksa.

Suap itu diberikan agar Pepen mengurus agar Pemkot Bekasi membeli lahan milik Lai Bui Min di Jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Tanah seluas 14.339 meter persegi itu untuk kepentingan pembangunan polder 202 oleh Pemkot Bekasi. 

Kemudian, pengurusan ganti rugi atas lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun SDN Rawalumbu I dan VIII, yang terletak di Jalan Raya Siliwangi/ Narogong Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 2.844 meter persegi atas nama Kamaludin Djaini. 

Selain itu, Pepen dan Muhamad Bunyamin mengupayakan kegiatan pengadaan lahan pembangunan polder air Kranji dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi tahun 2021 serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT Hanaveri Sentosa. 

Atas perbuatan itu, Pepen didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Berikutnya, Pepen didakwa menerima Rp 30 juta dari Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril. Uang itu terkait perpanjangan kontrak pekerjaan pembangunan gedung teknis bersama Kota Bekasi tahun 2021 sekaligus mendapatkan pekerjaan lanjutannya pada tahun 2022.

“Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan kepada Terdakwa melalui Muhamad Bunyamin sebagai akibat atau disebabkan karena Terdakwa telah memberikan persetujuan sehingga Ali Amril mendapatkan perpanjangan Kontrak Pekerjaan Pembangunan Gedung Teknis Bersama Kota Bekasi tahun 2021 sekaligus mendapatkan pekerjaan lanjutannya pada tahun 2022,” ucap jaksa.

Atas perbuatan itu, Pepen didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pepen juga didakwa menerima setoran dengan total Rp 7.183.000.000 dari para pejabat struktural dn ASN di lingkungan Pemkot Bekasi untuk pembangunan Villa Glampimg Jasmine. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Mulyadi alias Bayong selaku Lurah Jatisari, Kecamatan Jatiasih.

“Sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, pada waktu menjalankan tugas yaitu pada waktu terdakwa menjalankan tugasnya sebagai wali kota Bekasi, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum yaitu meminta uang dengan jumlah totalkeseluruhan sebesar Rp 7.183.000.000,” papar jaksa.

Setoran dengan total Rp 7,1 miliar yang diterima Rahmat Effendi itu terdiri atas pemberian sejumlah pejabat struktural sebesar Rp 3,4 miliar, dari sejumlah lurah di Kota Bekasi sebesar Rp 178 juta, dari sejumlah PNS di Pemkot Bekasi sebesar Rp 1,2 miliar, dan dari sejumlah ASN lain sebesar Rp 1,4 miliar. Setoran itu diberikan seolah-olah pejabat dan ASN Pemkot Bekasi memiliki utang kepada Rahmat Effendi.

“Padahal diketahui permintaan tersebut bukanlah karena adanya utang kepada terdakwa,” ungkap jaksa.

Atas perbuatan itu, Pepen didakwa melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Editor: Ridwan Maulana