Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. HARNAS.ID | BARRI FATHAILAH

HARNAS. ID – Praktik korupsi masih mengakar di kalangan pejabat, baik kepala daerah, anggota dewan, hingga menteri. Mayoritas dari mereka yang kerap berurusan dengan aparat penegak hukum yakni berlatar belakang dari kalangan partai politik (parpol).

Peristiwa ini seolah menjadi fenomena di Tanah Air. Bukan hal baru bagi publik, ketika ada pejabat negara yang ditangkap atas kasus korupsi. Belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) “memborong” kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Dalam jeda waktu yang berdekatan, komisi antirasuah sedikitnya menjerat tiga politisi “Partai Banteng”. Mereka yakni Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, Bupati Banggai Timur Laut Wenny Bukamo, dan Menteri Sosial (Mensos) RI Juliari Peter Batubara.

Penyidik KPK, Jumat (27/11/2020) menjerat Ajay pesakitan terkait dugaan korupsi proyek pengadaan pembangunan rumah sakit di Cimahi, Jawa Barat. Dia diduga minta jatah 10 persen atau setara Rp 3,2 miliar dari Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan.

Sedangkan Wenny Bukamo ditetapkan tersangka, Kamis (3/12/2020) atas perkara dugaan suap Rp 2 miliar terkait pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah Tahun Anggaran 2020, usai terjaring tangkap tangan.

Terakhir, giliran Juliari, Sabtu (5/12/2020) menyandang status tersangka atas dugaan kasus korupsi bantuan sosial COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020. Juliari diduga menerima suap sebagai fee Rp 17 miliar dari pihak swasta Ardian I M dan Harry Sidabuke.

Masyarakat terus menanti pengembangan proses hukum kasus korupsi itu untuk memastikan para pelaku dihukum setimpal, sekaligus mengungkap siapa saja yang terlibat. Sejumlah kalangan menilai, ini momentum KPK untuk membuktikan taringnya tetap tajam.

Ketua KPK Firli Bahuri memastikan bakal mengusut tuntas semua perkara yang ditangani lembaganya. Dia juga menyatakan bahwa komisi antirasuah tak main-main dengan ancaman hukuman mati bagi pelaku rasuah, terutama yang berkaitan dengan dana bansos COVID-19.

Presiden Joko Widodo yang juga berasal dari PDI-P sudah mengingatkan menteri di Kabinet Indonesia Maju, bekerja baik dan menghidari praktik korupsi. Namun, imbauan itu hanya dianggap celoteh belaka karena faktanya para pejabat yang disumpah itu tetap melanggar.

Pengamat Politik Universitas Jember Hermanto Rohman MPA berpendapat, kinerja Kabinet Indonesia Maju patut dievaluasi menyusul dua menteri terlibat korupsi. Perilaku buruk para pembantu presiden ini harus menjadi momentum untuk membenahi pemerintahan.

“Presiden Joko Widodo harus mengevaluasi kinerja semua menterinya agar kepercayaan masyarakat kepada pemerintah bisa meningkat,” ujar Hermanto belum lama ini.

Sementara itu, PDI-P belum memastikan perihal payung hukum untuk kadernya yang dijerat KPK. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto hanya berujar, “Partai Banteng” menghormati proses hukum atas beberapa kasus korupsi yang menyeret kadernya.

“Partai menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung. Hukum adalah jalan peradaban untuk menegakkan keadilan dan kebenaran,” kata Hasto.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini