Ilustrasi simbol hukum peradilan | IST

HARNAS.ID – Penegakan hukum kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri diduga telah merugikan banyak pihak yang tak terlibat dalam perkara rasuah tersebut. Itu, mulai dari dugaan penyitaan aset yang tidak memperhatikan hak-hak pihak ketiga hingga proses hukum serampangan.

Hal ini, diduga menjadi bagian dari pelanggaran SOP oleh penyidik Kejaksaan Agung. 

Terbukti dengan banyaknya pihak yang saat ini mengajukan keberatan atas penyitaan yang dilakukan penyidik sesuai amanat Pasal 19 ayat (1) UU No 31/1999 tentang Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang perubahaan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mendorong seluruh pihak yang masih peduli akan reformasi penegakan hukum di kejaksaan untuk segera melakukan eksaminasi nasional terhadap kasus tersebut. Langkah itu, ujar Suparji melanjutkan, sangat diperlukan saat ini.

“Eksaminasi nasional perlu untuk menguji proses hukum tersebut agar sesuai dengan hukum acara yang berlaku,” ujar Suparji, Minggu (9/5/2021).

Dia optimistis, jika eksaminasi nasional itu dilakukan, mampu menciptakan rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan penegakan hukum di Indonesia. Suparji juga mengajak para akademisi dan pemerhati hukum untuk melakukan eksaminasi yang dapat memberi kontribusi positif dalam proses penegakan hukum. 

“Eksaminasi nasional ini juga dapat memberikan angin segar terhadap perbaikan iklim investasi, utamanya di pasar modal, yang saat ini seperti porak poranda,” ujarnya.

Pengamat Kejaksaan Fajar Trio Winarko senada menyebut eksaminasi nasional kasus tersebut menjadi bagian dukungan niat baik Presiden Jokowi untuk menegakan hukum seadil-adilnya kepada masyarakat. Ini, kata Fajar, wajib dilakukan karena hasil eksaminasi kasus Jiwasraya dan Asabri bisa langsung diserahkan kepada Presiden Jokowi.

“Nanti sebagai bahan masukan kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin dan jajarannya,” kata Fajar.

Jika eksaminasi tersebut menemukan fakta baru, diduga ada pelanggaran SOP, Presiden Jokowi wajib memecat Jaksa Agung ST Burhanuddin, Jampidsus Ali Mukartono dan seluruh anak buahnya yang terlibat menangani kasus tersebut. Sebab, eksaminasi merupakan hasil kajian para akademisi khususnya di bidang hukum, sekaligus memberikan pencerahan buat para penyidik untuk tetap ‘on the track’ dalam menangani kasus tersebut. 

“Apabila ditemukan malapraktik penegakan hukum, presiden bisa pecat Jaksa Agung dan anak buahnya. Penegakan hukum yang bobrok menyebabkan iklim investasi di Indonesia juga hancur. Ini PR Presiden Jokowi agar program kerjanya bisa berjalan sesuai janji kampanye waktu itu,” katanya.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat Kresna Hutauruk menilai proses penegakan hukum terhadap kliennya dari awal memang sudah premature dan berantakan. Apalagi adanya wacana pelelangan yang dilakukan pihak kejaksaan

“Ini jelas prematur karena tidak jelas dasar kepemilikannya! Melakukan pelelangan Pasal 45 sebelum putusan berkekuatan hukum harus dapat menjelaskan terlebih dahulu dasar kepemilikan asetnya sehingga tidak merugikan masyarakat umum,” kata Kresna.

Dia pun mengingatkan, apabila dalam putusan pengadilan menyatakan aset yang dilelang tersebut tidak terkait kasus Asabri, jelas sangat merugikan masyarakat umum. Atas dasar itu, pihaknya menyatakan menolak dan mengajukan keberatan. 

“Segala tindakan hukum akan kami tempuh karena apa yang dilakukan penyidik kejaksaan jelas melanggar hak tersangka dan pihak ketiga yang dilindungi hukum,” ujarnya.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini