HARNAS.ID – Penasihat hukum mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menyatakan hingga kini belum ada saksi yang menyebut kliennya menerima uang terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) pandemi COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Maqdir menyebut, tak hanya dalam persidangan dengan terdakwa Juliari, bahkan dalam sidang dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja, belum ada saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Juliari terima suap.
“Kalau saya lihat ya, belum ada satu saksi pun yang mengatakan Pak Juliari menerima uang, meskipun dalam perkaranya Harry dan Ardian, itu kan sudah terbukti mereka memberikan dugaan suap,” ujar Maqdir, Rabu (19/5/2021).
Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja merupakan terdakwa dugaan pemberi suap kepada Juliari. Keduanya diketahui divonis 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Menurut Maqdir, aliran uang yang diduga berasal dari pengadaan bansos hanya mengalir kepada dua pejabat pembuat komitmen di Kemensos, yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
“Tetapi itu yang diakui (saksi) selama ini (uang suap diberikan) kepada Pak Joko dan Pak Adi Wahyono. Karena yang menjadi persoalan apakah betul ada uang itu yang sampai ke Pak Juliari, sampai sekarang kan enggak ada saksi yang mengatakan itu,” kata Maqdir.
Maqdir menyebut, berdasarkan keterangan dari para saksi, kliennya tak pernah menerima uang dari pengadaan bansos. Pernyataan itu diperkuat dengan keterangan Sekretaris Pribadi Juliari bernama Selvy Nurbaity.
“Tadi kan sudah dengar Sekretaris Pribadi beliau itu (mengatakan) uang yang dia kelola adalah uang-uang DOM (dana operasional menteri) atau juga uang-uang yang diperoleh dari sisa biaya perjalanan,” kata Maqdir.
Atas dasar keterangan para saksi tersebut, Maqdir meminta para jaksa penuntut pada KPK membuktikan dakwaannya soal penerimaan suap yang diterima Juliari. Sebab, sejauh ini tak ada keterangan saksi yang menyebut Juliari menerima suap.
“Jadi kalau kita bicara soal surat dakwaan penerimaan uang suap soal pengadaan itu, enggak ada satu pun bukti,” ujarnya.
Terkait dengan penerimaan uang yang diduga masuk ke rekening Selvy Nurbaity lewat tiga orang office boy Kemensos, Maqdir menegaskan kliennya tak tahu menahu.
“Enggak tahu, itu enggak mungkin juga seorang menteri sampai tahu siapa yang menyetor uang itu ya kan,” tutur Maqdir.
Jaksa KPK sebelumnya mencecar sekretaris pribadi (sespri) mantan Mensos Juliari Peter Batubara, Selvy Nurbaity soal adanya penerimaan uang di rekening miliknya yang disalurkan dari 3 orang office boy (OB) Kemensos.
Proses transfer uang dari 3 OB tersebut nominalnya variatif, dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. Awalnya jaksa mengonfirmasi ke Selvy tentang sosok yang bernama Fitra Yusuf Safrizal. Selvy pun menjawab dirinya mengenal Fitra sebagai OB di Kemensos.
Kemudian jaksa langsung mencecar tentang uang yang diterima Selvy melalui rekeningnya.
“Ini ada saudara terima transfer dari Fitra Yusuf ke rekening saudara?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
“Oh itu biasanya untuk DOM pak, dana operasi manajer…menteri,” jawab Selvy.
Jaksa mencecar Selvy apa hubungan OB dengan dana operasi menteri. Menurut jaksa, alasan Selvy tidak masuk akal.
“Loh kok hubungan sama OB?” tanya jaksa lagi.
“Oh nggak, jadi saya suka titip. Kan ada uang tunai, uang tunai itu saya titip disetorkan. Jadi kalau ada keperluan pak menteri jadi saya bisa langsung transfer dan saya tidak perlu ke bank,” papar Selvy.
“Di sini nggak ada bukti transfer saudara ke menteri,” timpal jaksa.
“Ya emang rata-rata untuk keperluan pak menteri,” jawab Selvy lagi.
Jaksa kemudian mengungkapkan Selvy memiliki tiga rekening bank. Dalam catatan masuk uang di rekening bank itu, tercatat, kata jaksa, Pitra Yusuf ini mengirim uang beberapa bulan sekali bahkan tiap minggu dengan jumlah yang berbeda mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta.
“BB 393, ini ada Pitra Yusuf (kirim) Rp 100 juta, terus ada lagi tanggal 13 Rp 50 juta, ada lagi tanggal 21 Rp 45 juta,” ungkap jaksa.
Berdasarkan barang bukti yang dikantongi Jaksa KPK, ternyata Fitra Yusuf bukan satu-satunya OB Kemensos yang mengirim uang ke Selvy. Ada tiga OB lagi yang mengirim uang ke Selvy yakni Agus Gunawan, M Arifin, dan Risnawati, mereka mengirim uang pada sekitar Tahun 2020.
“Ini Agus Gunawan juga (transfer) jumlah Rp 95 juta, M Arifin ini ada Rp 60 juta, Fitra Yusuf Safrizal Rp 80 juta, Muhammad Arifin Rp 120 juta, Agus Gunawan Rp 67 juta, Fitra Yusuf Rp 30 juta. Risnawati ini ada Rp 30 juta, Rp 50 juta, Fitra Yusuf Safrizal Oktober Rp 50 juta, 11 November Rp 40 juta, M arifin 17 November Rp 40 juta, Fitra Yusuf ada lagi 25 November Rp 30 juta, dan 1 desember Rp 96 juta,” ungkap jaksa.
Selain ada tranfer uang dari OB Kemensos, jaksa juga mengungkap adanya transferan orang lain di rekening Selvy.
Jaksa mengungkap ada beberapa pihak bermama Go Erwin yang mentransfer Selvy senilai Rp 232 juta.
“Go erwin siapa?” cecar Jaksa.
“Kontraktor pak yang biasa renovasi ruangan,” jawab Selvy.
“50 juta untuk renovasi ruangan apa?” tanya jaksa lagi.
“Itu keluar atau masuk?,” timpal Selvy.
“(Uang) Masuk. Bukan PIC? Vendor bansos?” tanya jaksa.
“Kontraktor pak. Kadang-kadang ada kegiatan yang talangin Go Erwin,” jawab Selvy.
“Nah kok kontraktor yang talangin kegiatan (Menteri) gimana?” ujar jaksa menanggapi.
Dalam sidang ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Juliari Peter Batubara. Juliari didakwa bersama PPK bansos Corona Matheus Joko Santoso dan KPA bansos Corona Adi Wahyono.
Juliari didakwa menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan pengadaan bantuan sosial (bansos) berupa sembako dalam rangka penanganan virus corona atau COVID-19 di Kementerian Sosial (Kemensos). Uang ini disebut jaksa diterima Juliari dari potongan fee bansos Rp 10 ribu per paket yang dipungut oleh Adi dan Joko.
Editor: Ridwan Maulana