HARNAS.ID – Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dituntut penjara seumur hidup karena dinilai terbukti korupsi pengelolaan dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara Rp 16,807 triliun. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) juga menuntut Benny melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Menuntut supaya hakim pengadilan menyatakan terdakwa Benny Tjokrosaputro secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi bersama-sama dan pencucian uang sebagaimana dakwaan pertama primer dan kedua,” kata JPU Kejagung KMS Roni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda pidana Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua dari Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Menghukum terdakwa pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kepada negara Rp 6.078.500.000.000 dengan ketentuan. Jika dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti,” ujar jaksa.
Selain itu, jika terdakwa divonis bersalah, tetapi dihukum selain seumur hidup atau mati, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun. Jika kurang membayar uang pengganti, akan diperhitungkan dengan pidana sebagai kewajiban membayar uang pengganti. Adapun sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Benny Tjokro.
Hal-hal yang memberatkan, menurut jaksa, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan terdakwa bersama-sama menimbulkan kerugian negara yang besar yaitu sejumlah Rp 16,807 triliun. Terdakwa juga tidak mengakui perbuatan. Sedangkan hal yang meringankan, tidak ada.
Dalam uraian tuntutan, JPU Kejaksaan Agung menilai Benny Tjokrosaputro terbukti menerima keuntungan Rp 6.078.500.000.000.
Dakwaan pertama, JPU menyatakan Benny bersama Dirut PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014, pemilik PT Maxima Integra Investama Heru Hidayat dan advisor PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto melakukan pengaturan investasi dengan membeli saham dan Medium Term Note (MTN) yang dijadikan portofolio PT AJS.
Itu, baik secara direct, dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD), reksa dana penyertaan terbata (RDPT), maupun reksa dana konvensional. Benny Tjokro pertama bersama Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto melakukan kesepakatan dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan dalam pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS yang tidak transparan dan akuntabel.
Kedua, Benny Tjokrosaputro, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi saham dan reksa dana, tanpa analisis yang didasarkan pada data yang objektif dan analisis yang profesional dalam NIKP (Nota Intern Kantor Pusat), melainkan hanya dibuat formalitas.
Ketiga, Benny Tjokrosaputro, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan telah melakukan pembelian saham BJBR, PPRO dan SMBR walaupun kepemilikan saham tersebut telah melampaui ketentuan yang diatur dalam pedoman investasi yaitu maksimal sebesar 2,5 persen dari saham beredar.
Kempat, Benny Tjokrosaputro bersama Heru Hidayat melalui Joko Hartono Tirto serta pihak-pihak yang terafiliasi telah bekerja sama dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan untuk melakukan transaksi pembelian dan/atau penjualan saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBR), PT PP Property Tbk (PPRO), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dan PT SMR Utama (SMRU). Tujuannya, mengintervensi harga yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.
Kelima, Benny Tjokrosaputro bersama Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan mengatur dan mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksa dana khusus untuk PT AJS, agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto
Keenam, Benny Tjokrosaputro Hendrisman Rahim bersama-sama Hary Prasetyo dan Syahmirwan menyetujui meskipun mereka mengetahui bahwa transaksi pembelian penjualan instrument keuangan yang menjadi underlying pada 21 produk reksa dana yang dikelola 13 manajer investasi. Itu dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto yang merupakan pihak terafiliasi dengan terdakwa Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan.
Ketujuh, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat melalui Joko Hartono Tirto telah memberikan uang, saham dan fasilitas kepada Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan terkait dengan kerja sama pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT AJS tahun 2008 – 2018.
“Terdakwa Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang mengelola underlying 21 reksa dana pada 13 manajer investasi diperkaya sebesar Rp 12,157 triliun, sehingga masing-masing mendapat Rp 6,078 triliun,” tutur jaksa.
Perbuatan tersebut memperkaya terdakwa Benny Tjokrosaputro atau orang lain yaitu Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 16.807.283.375.000 sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Benny Tjokro dinilai terbukti melakukan pencucian uang dengan cara memasukkan dana hasil jual beli saham kepada PT Hanson International, Tbk dan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan olehnya, serta pihak-pihak yang bekerjasama. Selanjutnya dipergunakan terdakwa antara lain untuk membayar utang, membeli tanah, membeli properti, menukar dalam bentuk mata uang asing dan lain sebagainya.
Editor: Ridwan Maulana