Kapolda Kalimantan Tengah Irjen Pol Dedi Prasetyo menunjukkan rompi PERS yang dibagikan kepada jurnalis yang hendak meliput aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di wilayah Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (12/10/2020). Pemberian rompi ini sebagai bentuk perlindungan Polri terhadap para jurnalis demi menghindari kesalahpahaman di lokasi | DOK POLDA KALTENG

HARNAS.ID – Polda Kalimantan Tengah membagikan rompi kepada jurnalis yang hendak meliput aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di wilayah Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Kapolda Kalimantan Tengah Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pembagian rompi demi mencegah aksi kekerasan kepada jurnalis saat meliput aksi unjuk rasa.

Pemberian rompi ini juga sebagai bentuk perlindungan Polri terhadap para jurnalis demi menghindari kesalahpahaman di lokasi aksi demo. “Ini secara simbolis 30 rompi kami bagikan kepada rekan-rekan media untuk dipergunakan dalam peliputan aksi demo,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (12/10/2020).

Dedi menjelaskan, dalam meliput setiap aksi demo selain selain menggunakan rompi, para jurnalis juga diharapkan menggunakan atribut lengkap lainnya. Atribut ini antara lain identitas pengenal. Kemudian, para jurnalis juga diharapkan berkoordinasi dengan aparat yang berjaga sehingga  diketahui perbedaannya dengan massa aksi.

Menurut Dedi, dalam pengamanan setiap aksi demo, setiap personel kepolisian telah diperintahkan memberikan perlindungan kepada para jurnalis. Ia mengharapkan tidak ada peristiwa yang tidak diinginkan terjadi antara aparat kepolisian dengan para jurnalis. “Ini merupakan bentuk kerja sama dan perlindungan terhadap rekan media,” tutur Dedi.

Aliansi Jurnalis Independen Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mencatat, tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan anggota Polri dalam unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). Hal ini antara lain menimpa Jurnalis CNNIndonesia.com Tohirin.

Ia mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika ia meliput demonstran yang ditangkap kemudian dibogem di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Ketika itu Tohirin tak memotret atau merekam perlakuan itu.

Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di kawasan Jl MH Thamrin, juga jadi sasaran polisi. Ia merekam polisi yang diduga mengeroyok demonstran. Sontak terduga seorang polisi berpakaian sipil serba hitam dan anggota Brimob menghampirinya. Aparat meminta kamera pemuda itu, namun Peter menolak lantaran ia jurnalis yang resmi meliput.

Polisi menolak pengakuan Peter, lantas merampas kameranya. Peter diseret, dipukul, dan ditendang gerombolan polisi itu, hingga tangan dan pelipisnya memar. “Akhirnya kamera saya dikembalikan, tapi mereka ambil kartu memorinya,” ujar Peter.

Ponco Sulaksono, jurnalis dari Merahputih.com turut jadi sasaran amuk polisi. Dia ‘hilang’ beberapa jam, sebelum akhirnya diketahui kalau ia dibekuk aparat. Ponco ditahan di Polda Metro Jaya. Aldi, jurnalis Radar Depok sempat merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan. Aldi bersitegang dengan polisi, nahas ia turut diciduk.

Selanjutnya,polisi tak segan pula menangkap pers mahasiswa yang turut meliput aksi. Selain itu, AJI turut menerima laporan lainnya seperti beberapa orang jurnalis di Surabaya yang diintimidasi aparat kepolisian. Mereka diintimidasi dan diminta untuk menghapus gambar aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap peserta unjuk rasa.

Editor: Aria Triyudha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini