Perajin membuat tahu di Krapayak X, Margoagung, Seyegan, Sleman, D.I Yogyakarta, Sabtu (2/1/2021). ANTARA | ANDREAS FITRI ATMOKO

HARNAS.ID – Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan ketersediaan kedelai dari produksi lokal, menyusul melonjaknya harga kedelai di pasar dunia. Harga kedelai saat ini melonjak hingga Rp 9.300 per kilogram dari harga tiga bulan lalu yang masih di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kg, berdasarkan data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo).

“Ini menjadi pelajaran untuk kita semua sehingga kekuatan (produksi) lokal dan nasional harus menjadi jawaban dari kebutuhan (kedelai) itu,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo usai menggelar rapat bersama Gakoptindo di Kantor Pusat Kementan Jakarta, Senin (4/1/2021).

Syahrul menilai bahwa harga kedelai di pasar dunia yang melonjak ini merupakan bagian dari kontraksi global. Meningkatnya harga kedelai dipengaruhi dari negara produsen utama, yakni Amerika Serikat (AS). Kementerian Perdagangan mencatat bahwa kenaikan harga dikarenakan melonjaknya permintaan konsumsi dari China, negara importir kedelai terbesar dunia.

Indonesia yang menjadi negara importir kedelai terbesar setelah China pun turut merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut. Akibatnya, kenaikan harga kedelai itu menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe yang terpaksa harus meningkatkan harga jualnya. Syahrul dikutip Antara, menjelaskan, Kementan telah berkoordinasi dengan integrator dan pengembang kedelai.

Langkah itu untuk menggenjot produksi dalam negeri. Setidaknya, butuh 100 hari dalam satu kali masa tanam dan panen kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produsen tahu dan tempe, perlu dua kali masa tanam. “Dua kali 100 hari bisa disikapi secara bertahap sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya. Kami juga bekerja sama dengan kementerian lain,” ujarnya.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini