HARNAS.ID – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud optimistis pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang akan datang di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden akan mengejar kebijakan yang membantu stabilitas regional dan kerja sama kuat. Riyadh bersiap menyambut presiden baru AS yang berjanji saat kampanye untuk menilai kembali hubungan dengan Arab Saudi.
“Saya yakin bahwa pemerintahan Biden akan terus mengejar kebijakan demi kepentingan stabilitas kawasan,” kata Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud dikutip Antara, Minggu (22/11/2020).
Menurut dia, setiap diskusi yang dilakukan dengan pemerintahan di masa depan akan mengarah pada kerja sama yang kuat. Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman ini menikmati hubungan dekat dengan Presiden Donald Trump. Hubungan mereka berikan penyangga terhadap kritik internasional atas catatan hak asasi Riyadh menyusul pembunuhan jurnalis Saudi dan penduduk AS Jamal Khashoggi.
Area-area itu sekarang mungkin menjadi titik gesekan antara Biden dan Arab Saudi, eksportir minyak utama dan pembeli senjata AS. Pangeran Faisal menekankan sejarah 75 tahun “kerja sama pertahanan yang kuat” antara kedua negara dan berharap itu akan berlanjut. Ini akan “sepenuhnya tepat” bagi AS untuk menunjuk gerakan Houthi yang berpihak pada Iran di Yaman sebagai organisasi teroris asing.
“Kita semua tahu banyak tentang senjata mereka dan sebagian besar ideologi mereka berasal dari Iran. Jadi mereka jelas merupakan organisasi teroris yang didukung asing,” ujarnya.
Washington melihat kelompok itu sebagai perpanjangan dari pengaruh Iran di wilayah tersebut. Pemerintahan Trump telah mengancam untuk memasukkan kelompok itu ke daftar hitam, sebagai bagian dari kampanye “tekanan maksimum” terhadap Teheran. Iran membantah memberikan dukungan finansial dan militer kepada Houthi.
Sementara itu, Arab Saudi melobi keras untuk kampanye melawan saingannya Iran. Dalam konteks ini, yang menjadi masalah adalah bagaimana Biden akan menangani rudal balistik Teheran dan dukungan untuk proksi regional dalam setiap pembicaraan untuk menghidupkan kembali pakta nuklir internasional dengan Iran yang dihentikan Trump pada 2018.
Pangeran Faisal juga mengatakan kerajaan menikmati hubungan yang “baik dan bersahabat” dengan Turki, yang telah berselisih dengan kerajaan selama beberapa tahun karena kebijakan luar negeri serta sikap terhadap kelompok politik Islam. Pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul meningkatkan ketegangan secara tajam.
Selama lebih dari setahun, beberapa pedagang Saudi dan Turki berspekulasi bahwa Arab Saudi sedang memberlakukan boikot tidak resmi atas impor dari Turki. Menteri mengatakan dia belum melihat angka yang akan mendukung adanya boikot. Mengomentari keretakan antara negara-negara Teluk dengan Qatar, Pangeran Faisal mengatakan Riyadh sedang mencari cara untuk mengakhiri perselisihan.
Sengketa terjadi sejak 2017, ketika Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Bahrain, dan Mesir berlakukan boikot terhadap Qatar, memutuskan hubungan diplomatik dan transportasi, serta menuduhnya dukung terorisme. Qatar membantah tuduhan tersebut. Kelompok hak asasi manusia terkemuka dan keluarga aktivis yang dipenjara meminta G20 memboikot KTT tersebut atas catatan hak asasi Riyadh.
Editor: Ridwan Maulana