Jaksa Agung Muda Intelijen Amir Yanto | IST

HARNAS.ID – Jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) menelaah pengaduan Benny Tjokrosaputro (Bentjok) terkait dugaan pelanggaran kode etik jaksa dalam penyidikan perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. Hal itu disampaikan Jamwas Amir Yanto kepada wartawan di Kejagung, Jakarta, Kamis (3/6/2021).

“Masih ditelaah (laporan itu),” ujar Amir Yanto.

Mengenai tim yang sedang menelaah laporan yang dilayangkan pengacara Benny Tjokrosaputro tersebut, Amir Yanto hanya mengatakan telaah dilakukan Inspektorat Jamwas yang membidangi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).

“Yang menelaah Inspektur terkait Jampidsus,” ujarnya.

Amir Yanto juga mengaku telah membaca laporan terkait pengaduan pengacara Benny Tjokrosaputro tersebut. Menurutnya, laporan lebih bersifat teknis. “Materi laporannya masalah teknis dan perkaranya sudah diputus oleh pengadilan,” tuturnya.

Pada Jumat (7/5/2021), Benny Tjokrosaputro melalui kuasa hukumnya, Fajar Gora melaporkan Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung terkait dugaan pelanggaran kode etik jaksa dalam penyidikan pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. 

Laporan itu terkait tidak dimasukannya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi dalam berkas perkara, sementara barang bukti yang disita dari para saksi tersebut justru masuk dlm berkas perkara.

Tindakan penyidik tentu merugikan Benny Tjokrosaputro. Sebab, saksi-saksi tsb dikatakan sebagai nominee atau pihak yang dipinjamkan namanya dalam transaksi di pasar modal oleh Benny.

Sedangkan barang bukti yang disita dari saksi-saksi itu lalu disebutkan jaksa sebagai milik Benny dan menjadi bukti Benny benar mengontrol transaksi Jiwasraya. 

Dengan tidak adanya BAP saksi pemilik barang bukti tersebut dalam berkas perkara, pemilik barang bukti tak bisa menjadi saksi dalam persidangan. Akibatnya, para saksi itu tak bisa membantah bahwa barang bukti itu bukan milik Benny dan mereka bukan nominee Benny. 

Dampak lanjutannya, tentu merugikan Benny karena tak ada saksi yang membantah adanya kontrol Benny dalam setiap transaksi Jiwasraya di pasar modal.

Pada sisi lain, tindakan penyidik yang tidak memasukan sekitar 19 BAP saksi ini juga merupakan pelanggaran prosedur penyidikan. Sekaligus sebagai bentuk tindak tidak profesional. 

“Diduga melanggar doktrin Tri Krama Adhyaksa serta bekerja atau bertindak tidak secara profesional,” kata Fajar Gora, saat menyampaikan kepada wartawan setelah melakukan pelaporan kepada Jamwas.

Fajar Gora juga melaporkan tindakan tidak profesional penyidik dalam mengusut kasus Jiwasraya. Di antaranya adalah membebankan semua kerugian negara dalam kasus Jiwasraya kepada Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.

Padahal, Jiwasraya membeli 124 saham perusahaan di pasar modal. Dan milik Benny hanya satu dari 124 perusahaan lainnya yaitu PT Hanson International dengan kode MYRX.

Gora mengungkapkan kliennya juga mempertanyakan mengapa penyidik tidak memeriksa ke-122 emiten (pemilik saham) lainnya – selain Benny dan Heru – tersebut. Padahal jaksa  mempunyai kewenangan utk melakukannya.

Apalagi penyidik kejaksaan sudah meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Atas dasar itu, Gora mendesak Jamwas agar segera memeriksa dan jika terbukti melanggar maka perlu mengambil tindakan hukum kepada tim penyidik perkara Jiwasraya. 

“Dari sisi kejaksaan, ini juga untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada institusi kejaksaan bahwa kejaksaan bekerja profesional sebagaimana selama ini didengung-dengungkan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam berbagai kesempatan,” ujarnya.

Fajar Gora menambah, selain melaporkan tindakan tidak profesional penyidik Jiwasraya ke Jamwas, pihaknya juga melaporkan kepada Komisi III DPR. “Pihak DPR melalui staf ahli mereka beberapa waktu lalu juga sudah menjadwalkan bertemu kami sebagai pelapor,” ujar Gora.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini