Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri | ANTARA FILES

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi bukti berupa data dan informasi soal dugaan keterlibatan pakar komunikasi politik, Effendi Gazali dalam sengkarut suap pengadaan Bansos Covid-19. Hal tersebut yang mendasari penyidik lembaga antikorupsi memeriksa Effendi Gazali.

“Ada data dan informasi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan terkait dengan pelaksanaan pengadaan bansos dimaksud,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (27/3/2021).

Adapun pemeriksaan terhadap Effendi berlangsung di gedung KPK, Jakarta pada Kamis (25/3/2021). Effendi saat itu diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso.

Namun, Ali enggan mengungkap secara detail data dan infirmasi terkait dugaan keterlibatan Effendi dalam kasus ini. Yang jelas, kata Ali, penyidik memeriksa Effendi lantaran ada kebutuhan penyidikan.

“Penyidik memanggil ybs (Effendi Gazali) sebagai saksi tentu karena ada kebutuhan penyidikan,” terang Ali.

Dalam pemeriksaan kemarin, tim penyidik mencecar Effendi mengenai dugaan adanya rekomendasi agar salah satu perusahaan menjadi vendor atau rekanan dalam pengadaan bansos Covid-19. Usulan itu disampaikan Effendi melalui mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos Adi Wahyono yang kini menjadi tersangka penerima suap.

“Effendi Gazali, dialami pengetahuannya terkait pelaksanaan pengadaan bansos di Kemsos tahun 2020 antara lain terkait adanya dugaan rekomendasi salah satu vendor yang diusulkan oleh saksi melalui tersangka AW (Adi Wahyono) untuk mengikuti pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemsos,” ungkap Ali.

Hal tak jauh berbeda disampaikan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar. Lili memastikan, pihaknya takkan gegabah dalam memanggil dan memeriksa seseorang dalam penyidikan kasus korupsi, termasuk saat memeriksa Effendi Gazali. 

Ditegaskan, tim penyidik memiliki dasar untuk memanggil dan memeriksa seorang saksi, termasuk Effendi Gazali. Namun, Lili masih enggan mengungkap secara gamblang dasar pemeriksaan terhadap Effendi lantaran proses penyidikan kasus ini masih berjalan.

“Prinsipnya, KPK tentu tidaklah gegabah memanggil seseorang untuk dimintai keterangan dalam proses peradilan,” ucap Lili.

Pernyataan pihak lembaga antikorupsi itu seakan mementahkan klaim Effendi Gazali usai diperiksa penyidik KPK kemarin. Saat itu, Effendi mengklaim namanya tidak ada dalam berita acara pemeriksaan tersangka Matheus Joko Santoso. 

“Tadi sudah terbukti bahwa nama saya tidak ada di BAP-nya Matheus Joko,” kata Effendi seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Effendi menyebut tuduhan jika dirinya memiliki kuota bernilai puluhan miliar adalah data palsu. Effendi juga menampik kecipratan uang terkait proyek bansos.

Namun demikian, Effendi mengakui sempat bertemu dengan Adi Wahyono saat menjadi moderator dalam seminar nasional riset tentang bansos pada 23 Juli 2020. Saat itu Effendi mengaku meminta agar kuota pengadaan bansos juga diberikan kepada UMKM.

“Jangan orang terzalimi dong, kan tidak semua orang itu apa namanya langsung jatahnya diambil dibagi-bagi sama yang besar-besar, yang itu kan tujuannya adalah UMKM dan dia tidak didirikan hanya pada saat proyek itu,” kata Effendi.

Effendi menyebut terzalimi yang dimaksudnya adalah kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.

“Ya kan kalah bersaing dengan dewa-dewa. Ya karena kuotanya sudah habis diambil dewa-dewa.

Namun demikian, Effendi menampik pernyataannya tersebut terkait kuota salah satu UMKM, yakni CV Hasil Bumi Nusantara.

Berdasarkan informasi, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 162.250 paket pada tahap pertama dengan nilai kontrak Rp 48.675.000.000. Pada tahap ke-8, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 20.000, dengan pelaksana Susanti.

“Jangan berbicara satu, kami waktu itu berbicara tentang banyak yang UMKM, mengenai siapa kemudian dapat berapa silakan tanya ke penyidik,” ucap Effendi.

Sayangnya, Effendi tidak menjelaskan secara terang maksud pernyataannya mengenai ‘dewa-dewa’ itu. Bak melempar bola panas, Effendi justru mempertanyakan kapan pihak-pihak yang lebih besar atau ‘dewa-dewa’ terkait kasus Bansos ini dipanggil dan diperiksa oleh penyidik KPK.

“Saya sudah datang saya sudah dipanggil sudah memenuhi panggilan walaupun cuma di WA ya kan, saya datang yang besar-besar kapan nih dipanggilnya, silakan bapak dan ibu cari sendiri,” tutur dosen Universitas Indonesesia itu.

KPK sejauh ini baru menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Yakni, Juliari P Batubara selaku Mensos bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos serta dua pihak swasta bernama Ardian IM dan Harry Van Sidabukke. 

Diduga Juliari dan dua anak buahnya menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemsos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode. 

Selaku Mensos, Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemsos melalui Matheus Joko Santoso. Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.

Matheus dan Adi selanjutnya pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian IM, Harry Van Sidabukke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. 

Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono. Diduga pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.

Selanjutnya dugaan pemberian uang tersebut dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Pada periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang sekitar Rp 8,8 miliar. Uang yang dikumpulkan dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 itu juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini