Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Febrian | ANTARA FILES

HARNAS.ID – Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Febrian membenarkan adanya pengondisian nilai pajak yang seharusnya dibayar PT Jhonlin Baratama ke negara. 

Hak itu atas permintaan PT Jhonlin Baratama dan restu mantan direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji dan mantan Kepala Sub-Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan DJP Dadan Ramdani.

Febrian mengungkapkan pengondisian itu saat bersaksi dalam sidang perkara suap pengurusan pajak dengan terdakwa Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/9/2021). 

PT Jhonlin Baratama merupakan anak usaha Jhonlin Group milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam. Febrian membeberkan pengondisian itu setelah sebelumnya jaksa KPK menyinggung keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
 “Di BAP saudara No.42 terkait pajak PT Jhonlin, ini ada rinciannya, dan bagaimana caranya menghitung terkait ada cara mengkondisikan yang anda sebut disini (bap)?,” cecar jaksa kepada Febrian.

“Iya benar,” jawab Febrian.

“Untuk Jhonlin itu memang ada yang saya kondisikan, saya tuangkan disitu apa adanya sesuai draft saya, tapikan setau saya DJP sedang melakukan pemeriksaan ulang dan sudah saya bantu juga untuk menyerahkan SKP saya ini sebagai panduan kepada DJP sebagai pemeriksaan ulang,” ungkap Febrian.

Febrian tak membantah ada menipulasi untuk angka Surat Ketetapan Pajak (SKP) Kurang Bayar PT Jhonlin Baratama pada 2016 dan 2017. Dalam BAP, Febrian mengaku, secara total untuk laporan pemeriksan pajak PT Jhonlin tahun 2016 kurang bayar lebih dari Rp 70 miliar. Padahal, kondisi seharusnya Rp 91 miliar. Sehingga ada selisih lebih dari Rp 20 miliar.

“itu sesuai perhitungan saya,” ujar Febrian.

Sementara untuk tahun 2017 diatur angka lebih bayar pajak PT Jhonlin Baratama sebesar Rp 59.992.548.069. Padahal, kondisi seharusnya lebih bayar hanya Rp 27 miliar. 

“Iya sesuai hitungan saya,” tutur Febrian.

Sehingga seharusnya kewajiban pajak yang seharusnya dibayar PT Jhonlin Baratama untuk dua tahun itu sekitar Rp 63.667.534.805. Hal itu sebagaimana termaktub dalam surat dakwaan jaksa terhadap terdakwa Angin dan Dadan.

Jaksa lantas menyadur kesaksian Febrian untuk menjadi fakta persidangan. “Saya ambil alih ya pak?. (ambil alih) untuk kepentingan kami dalam pembuatan fakta sidang, pencatatan,” ujar jaksa.

“Iya silakan. Sesuai keterangan saya saja,” jawab Febrian.

Dalam kesaksiannya, Febrian mengungkap bahwa PT Jhonlin menginginkan kewajiban pajaknya hanya Rp 10 miliar. Untuk kepentingan mengurangi jumlah kewajiban pajak itu, PT Jhonlin Baratama menyiapkan uang senilai Rp 50 miliar. 

Di mana Rp 10 miliar untuk membayar pajak, dan sisanya Rp 40 miliar sebagai imbalan bagi petugas pajak yang mengurangi jumlah kewajiban itu.

Permintaan itu disampaikan PT Jhonlin Baratama melalui Agus Susetyo selaku  konsultan pajak PT Jhonlin Baratama. Sementara pegawai pajak, Yulmanizar menjadi person in charge (PIC) terkait pengurusan pajak perusahaan yang bermarkas di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan itu.

“Awalnya Pak Yulmanizar bercerita bahwa Jhonlin menyediakan dana Rp 50 miliar. Fee-nya jadi Rp 40 miliar,” ungkap Febrian.

Angin dan Dadan sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp 57 miliar melalui para konsultan atau kuasa pajak tiga perusahaan besar, yakni Bank Panin, PT Gunung Madu Plantations (GMP), dan PT Jhonlin Baratama. Suap dimaksudkan untuk pengurusan pajak tiga perusahaan tersebut.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini