Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (tengah) memasuki ruang sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020). ANTARA | AKBAR NUGROHO GUMAY

HARNAS.ID – Status Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menempel, meski telah dijebloskan ke Lapas Wanita Tangerang. Pinangki dijerat pesakitan atas kasus dugaan suap dari Djoko Tjandra.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman berpendapat, seharusnya Pinangki diberhentikan secara tidak hormat, sehingga negara tidak menggaji seorang koruptor. Namun sampai kini status Pinangki sebagai PNS belum juga dicopot.

“Mestinya, dia (Pinangki) diberhentikan secara tidak hormat karena melakukan tindak pidana korupsi,” kata Boyamin, Kamis (5/8/2021).

Dia menyayangkan sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang cenderung tidak langsung memecat Pinangki, bahkan membiarkan statusnya tetap sebagai PNS. Sesuai ketentuan undang-undang, orang yang korupsi, jika statusny telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) wajib diberhentikan secara tidak hormat.

“Copot saja Jaksa Agung,” ujar Boyamin.

Menurut dia, jika Jaksa Agung berdalih masih dalam proses, itu sekadar alasan belaka. Boyamin berujar, pemecatan dengan tidak hormat bisa dilakukan secara administrasi. Pada umumnya, penegak hukum yang terbukti melakukan tindak pidana harus dikukum berat.

“Saya pernah melihat ada jaksa yang diberhentikan dengan tidak hormat karena melakukan tindak pidana. Bahkan hukumannya lebih tinggi, terlebih yang melakukan korupsi,” katanya.

Boyamin curiga, ada keistimewaan yang diberikan petinggi Korps Adhyaksa pada Pinangki. Terlebih Pinangki masih dapat gaji pokok, meski hanya sekian persen dari total yang kerap diterimanya setiap bulan. Persoalan Pinangki menerima atau tidak gaji tersebut, ini urusan lain. 

“Yang menjadi permasalahan utama, negara yang dirugikan karena tindakannya ini, tetapi masih harus menganggarkan gaji untuk Pinangki,” tutur Boyamin.

Perihal apakah Jaksa Pinangki masih menerima gaji atau tidak sebagai PNS, itu tertuang dalam Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 40 ayat (1) dijelaskan bahwa pemberhentian sementara bagi PNS yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana berlaku sejak PNS ditahan. 

Sementara dalam ayat (4) disebutkan, PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan penghasilan. Tetapi, pada ayat (5) tertulis bahwa PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan uang pemberhentian sementara. 

Uang pemberhentian itu tertuang dalam ayat (6) yang berbunyi “Uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan sebesar 50 persen dari penghasilan jabatan terakhir sebagai PNS sebelum diberhentikan sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Sementara pada ayat (7) menyebutkan bahwa, penghasilan jabatan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (6), terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan dan tunjangan kemahalan umum apabila ada sampai dengan ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur gaji, tunjangan dan fasilitas PNS berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Di ayat (8) dijelaskan, uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan pada bulan berikutnya sejak ditetapkannya pemberhentian sementara. Kemudian, ayat (9) menyebut pemberhentian sementara ini berlaku sampai dengan (a) dibebaskannya tersangka dengan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabatan yang berwenang, atau (b) ditetapkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak sebelumnya mengatakan bahwa Pinangki masih diberhentikan sementara hingga putusannya inkrah (berkekuatan hukum tetap). Dia menyebut, Jaksa Pinangki berstatus diberhentikan sementara sebagai ASN dan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejagung.

“Yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatan PNS. Secara otomatis jabatan yang melekat pada PNS juga berhenti sementara,” ujar Leonard. 

Dalam kasus tersebut Pinangki terbukti melakukan tiga tindak kejahatan seperti penerimaan suap dari Djoko Tjandra, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pemufakatan jahat. 

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding, Senin 14 Juni 2021, memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun. 

Salah satu alasan hakim memangkas hukuman tersebut yaitu, terdakwa sebagai perempuan harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Namun, Kejaksaan Agung memutuskan tak mengajukan kasasi terkait putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memotong hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini