Pemilik (pendiri) Bank Panin Mu'min Ali Gunawan | IST

HARNAS.ID – Peran pemilik sejumlah perusahaan dalam pengembangan kasus suap pemeriksaan pajak pada Direktorat Jenderal Pajak bakal didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Lembaga antirasuah itu berjanji siap mendalami apakah ada dugaan intervensi dari para bos perusahaan dalam merekayasa penghitungan pajak. Demikian disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (17/2/2022) malam. 

Pendalaman itu sejurus dengan proses pengembangan kasus yang telah menjerat sejumlah pihak. Mulai dari pejabat pajak, tim pemeriksa pajak hingga sejumlah konsultan, seperti Veronika Lindawati (VL) yang mewakili PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk milik Mu’min Ali Gunawan, Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations, hingga Agus Susetyo yang mewakili PT Jhonlin Baratama, salah satu perusahaan milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.

“Itu juga akan dilihat sejauh mana para pemilik perusahaan melakukan intervensi dalam proses penghitungan pajak perusahaan yang bersangkutan,” kata Alexander. 

Hingga saat ini lembaga antikorupsi terus menguatkan informasi dan bukti-bukti. Termasuk salah satunya informasi yang didapat dari konsultan, tim pemeriksa pajak, hingga jajaran direksi perusahaan. Sejauh ini, KPK masih memproses kasus yang telah menjerat sejumlah konsultan pajak dan tim pemeriksa pajak. 

“Akan kita lihat, sejauh mana direksi-direksi perusahaan tersebut itu ikut terlibat proses penghitungan yg sudah diwakili dan dipercayakan oleh konsultan pajak. Nanti didalami dalam proses penyidikan,” kata Alex, sapaan Alexander Marwata.

Dalam kasus suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak, KPK sudah menetapkan delapan tersangka. Yakni, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji (APA), serta bekas Kepala Sub Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani (DR).

Kemudian, tiga konsultan pajak Ryan Ahmad Ronas (RAR); Aulia Imran Maghribi (AIM); dan Agus Susetyo (AS); serta seorang kuasa wajib pajak, Veronika Lindawati (VL). Selanjutnya, mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantaeng, Sulawesi Selatan, Wawan Ridwan (WR) dan eks Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II, Alfred Simanjuntak (AS).

Empat pejabat pajak yakni, Angin Prayitno Aji; Dadan Ramdani; Wawan Ridwan; dan Alfred Simanjuntak ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sementara tiga konsultan serta satu kuasa wajib pajak merupakan pihak pemberi suap.

Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdan sudah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Angin dihukum sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan dan Dadan Ramdani divonis 6 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 2 bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa itu terbukti secara sah dah meyakinkan melakukan korupsi, yakni menerima suap terkait perhitungan pajak tiga perusahaan, yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016; dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017. Perbuatan rasuah itu dilakukan bersama-sama dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrianselaku Tim Pemeriksa Pajak. 

Angin dan Dadan sebelumnya disebut menerima suap senilai Rp 15 miliar dan Sin$4 juta atau sekitar Rp 42.169.984.851 dari para wajib pajak. Jika dihitung, total dugaan suap yang keduanya terima Rp 57 miliar. Pemberian uang itu untuk merekayasa hasil penghitungan wajib pajak perusahaan tersebut.

Adapun rincian penerimaan uang, yaitu sekitar Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan Rp 15 miliar yang diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations.

Lalu pada pertengahan tahun 2018 sebesar Sin$500 ribu yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT Bank Panin Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25 miliar. Kemudian, sekitar Juli-September 2019 senilai total Sin$3 juta diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama. 

Dalam surat dakwaan jaksa, tim pemeriksa pajak menemukan potensi pajak tahun pajak 2016 untuk PT Jhonlin Baratama sebesar Rp 6.608.976.659 dan tahun pajak 2017 sebesar Rp 19.049.387.750.

Agus Susetyo pada 29 Maret 2019 meminta tim pemeriksa pajak merekayasa tahun pajak 2016-2017 PT Jhonlin Baratama menjadi Rp 10 miliar. Agus menjanjikan fee sebesar Rp 50 miliar terkait pengurusan pajak tersebut. Akhirnya ketetapan pajak masa pajak tahun 2016 dan 2017 direkayasa senilai Rp 10.689.735.155.

Nama Haji Isam sebelumnya sempat beberapa kali muncul dalam persidangan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mantan tim pemeriksa pajak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Yulmanizar yang dibacakan jaksa dalam persidangan terungkap bahwa Haji Isam disebut memberikan perintah langsung terkait pengondisian nilai pajak PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Dijelaskan pada BAP bahwa dalam pertemuan antara tim pemeriksa pajak dengan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo, ada permintaan ihwal pengondisian pajak perusahaan sebesar Rp 10 miliar. “Kami lanjutkan, saya tambahkan bahwa pada saat pertemuan dengan Agus Susetyo ini, dalam penyampaiannya atas permintaan pengondisian nilai SKP [Surat Ketetapan Pajak] PT Jhonlin Baratama disampaikan kepada kami, bahwa ini adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yakni Samsudin Andi Arsyad atau Haji Isam untuk membantu pengurusan dan pengondisian nilai SKP tersebut. Apa benar demikian?” tanya jaksa mengonfirmasi BAP Yulmanizar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (4/10/2021).

“Iya, itu disampaikan oleh pak Agus (Agus Susetyo),” jawab Yulmanizar.

Yulmanizar mengakui pengondisian nilai pajak perusahaan berikut fee yang diberikan diketahui oleh Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani. “Betul,” jawab Yulmanizar.

Haji Isam melalui pengacara sekaligus Juru Bicaranya, Junaidi sebelumnya membantah hal tersebut. Menurut Junaidi, keterangan saksi yang menyudutkan Haji Isam tidak benar.

Junaidi mengatakan, Haji Isam sebagai ultimate shareholder tidak pernah melakukan pengurusan terhadap perusahaan-perusahaan Jhonlin Group, khususnya PT Jhonlin Baratama. Sebab itu, kata Junaidi, kliennya berharap keadilan dan rehabilitasi nama baiknya dari kasus pajak yang mengaitkannya.

“Dia menyebutkan nama HI, perlu kami luruskan bahwa keterangan tersebut adalah keterangan yang tidak benar,” kata Junaidi dalam keterangan tertulis, Jumat, (29/10/2021). 

Tak hanya haji Isam, nama Mu’min Ali Gunawan juga sempat beberapa kali muncul dalam persidangan. Bahkan jaksa KPK sempat mendalami peran Mu’min Ali Gunawan. Misalnya saat Presiden Direktur PT Bank Panin, Herwidayatmo bersaksi pada Selasa (17/11/2021).

“Kami ingin menanyakan tadi saksi juga menjelaskan Mu’min Ali sebagai pemegang saham pengendali terakhir, pertanyaan saya kalau di Bank Panin tiap pengeluaran atau pembelian apakah dikendalikan atau dilaporkan ke Mu’min Ali?” tanya jaksa KPK.

“Ada aturan mekanisme pengeluaran,” jawab Herwidayatmo.

“Apakah itu sampai ke Mu’min Ali sepengetahuan dia?” kata jaksa kembali bertanya.

“Tidak sedetail itu,” jawab Herwidayatmo.

Kemudian Jaksa bertanya tentang laporan pajak Bank Panin apakah dilaporkan ke Mu’min Ali atau tidak. Dikatakan Herwidayatmo, laporan keuangan itu disampaikan di direksi.

“Tugas kami di direksi setelah direktur keuangan melaporkan ke direksi pasti kita sampaikan dalam laporan keuangan kita, kalau kita mempunyai kewajiban tambah sekian itu ada penjelasan,” ujar dia.

Dalam kesaksiannya, Herwidayatmo mengklaim kalau Mu’min Ali tidak mengoreksi detail laporan tersebut. Menurut Herwidayatmo, Mu’min Ali hanya mengetahui secara umum.

“Tidak secara itu, beliau mengikuti secara general,” tutur Herwidayatmo.

Editor: Ridwan Maulana