Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. HARNAS.ID | BARRI FATHAILAH

HARNAS.ID – Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melengkapi bukti permohonan pengujian konstitusional (uji materi) terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) ke Mahkamah Konsitusi (MK). Berkas yang diajukan terdiri atas 31 bukti setebal lebih dari 2.000 halaman.

“Kami memohon dan berharap MK dapat memutuskan permohonan ini sebelum November 2021, mengingat pasal yang dimohonkan adalah pasal peralihan yang hanya berlaku sekali,” kata Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK Hotman Tambunan di Jakarta, Kamis (10/6/2021).

Hotman bersama dengan Spesialis Muda Direktorat Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat Benydictus Siumlala Martin Sumarno menyerahkan bukti-bukti yang terdiri atas berbagai undang-undang, aturan, hingga surat elektronik pegawai itu ke MK.

“Sebelum November 2021 agar putusan MK tersebut dapat dimanfaatkan, berguna dan tidak sia-sia,” ujar Hotman.

Sedikitnya, sembilan pegawai KPK yang mengajukan permohonan uji konstitusi ke MK pada 2 Juni 2021. Mereka yaitu Hotman Tambunan, March Falentino, Rasamala Aritonang, Novariza, Andre Dedy Nainggolan, Lakso Anindito, Faisal, Benydictus Siumlala M.S., dan Tri Artining Putri yang berasal dari berbagai direktorat dan biro di KPK.

Mereka memohon dilakukan pengujian konstitusionalitas terhadap Pasal 68 B Ayat (1) dan Pasal 69C UU No. 19/2019. Hal tersebut sebagai upaya untuk memperkuat putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara Putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang secara tegas menjamin hak pegawai KPK yang tidak boleh berubah karena adanya peralihan pegawai KPK.

Menurut Hotman, penafsiran secara inkonstitusional terhadap Pasal 68 B Ayat (1) dan Pasal 69C UU No 19/2019 dengan menjadikan digunakannya hasil penilaian dari tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai dasar untuk menentukan seseorang diangkat atau tidak menjadi aparatur sipil negara (ASN). 

Hal ini merupakan tindakan yang menyebabkan tidak terpenuhinya jaminan konstitusi terhadap perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana Pasal 28 (D) Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 serta berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Pasal 69 B Ayat (1) dan Pasal 69 C mengatur soal penyelidik atau penyidik KPK dan pegawai KPK yang belum berstatus sebagai ASN dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UU berlaku dapat diangkat sebagai ASN sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hotman juga menekankan bahwa TWK tidak dapat dilepaskan dari konteks upaya untuk memukul mundur amanah gerakan reformasi yang mengamanahkan lembaga antikorupsi yang tidak dapat diintervensi.

“Kami juga memohon agar MK membuat putusan sela untuk dapat menghindari kerugian yang lebih besar bagi para pemohon karena masa adanya rencana pemberhentian pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) paling lambat akhir Oktober 2021,” tuturnya.

Pada 1 Juni 2021, sebanyak 1.274 orang pegawai KPK telah mengucapkan sumpah/janji pegawai negeri sipil dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Mereka terdiri atas dua orang pemangku jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya, 10 orang pemangku jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama, 13 orang pemangku jabatan administrator, dan 1.246 orang pemangku jabatan fungsional dan pelaksana.

Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tersebut menurut pimpinan KPK untuk melaksanakan Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa pegawai KPK adalah ASN.

Sebanyak 1.271 orang tersebut adalah mereka yang telah lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diikuti oleh 1.351 orang. Sebanyak 75 orang tidak memenuhi syarat (TMS) karena tidak lulus TWK.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini