HARNAS.ID – Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold mendapat respons dari koleganya di lembaga antirasuah Nawawi Pomolango.
“Omongan Pak Firli itu merupakan pendapat atau argumen yang bersangkutan pribadi, bukan merupakan hasil kajian kelembagaan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi melalui keterangan tertulis, Kamis (16/12/2021).
Nawawi mengaku menghormati cara pandang Firli tersebut karena merupakan hak setiap warga negara. Namun, ia berpendapat yang paling pas ditelaah adalah sistem penyelenggaraan pemilu bukan presidential threshold.
Menurut Nawawi, sistem penyelenggaraan pemilu mulai dari Pilkada, Pileg hingga Pilres yang berbiaya tinggi menjadi sumber potensi perilaku korup.
“Bukan soal presidential threshold. Materi ini yang mungkin KPK bisa ikut berperan melakukan kajian-kajian dan selanjutnya merekomendasikan kajian tersebut kepada Pemerintah dan DPR,” ujar Nawawi.
Firli, saat bertemu pimpinan DPD, Selasa (14/12/2021) menyatakan sepakat presidential threshold diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen. Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini meyakini hal tersebut dapat menekan perilaku korupsi.
Menurut Firli, angka ambang batas 20 persen saat ini telah membuat biaya politik menjadi mahal. Jika presidential threshold diturunkan menjadi 0 persen, kata Firli, tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.
“Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi,” kata Firli.
Editor: Ridwan Maulana