Skema Duet Pencairan 2 Putusan PK Tumpang Tindih, Pertamina Tertipu Rp 244,6 M

JAKARTA,Harnas.id-Dilematis bagi Pertamina. Duet sita Rp 244,6 miliar yang telah dicairkan oleh PN Jakarta Timur, namun nihil terima Girik-Verponding Indonesia karena terindikasi bodong alias tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Perkara pembobolan uang milik Pertamina sebesar Rp 244,6 miliar masih terus berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas kasus dugaan korupsi itu, Kejati DKI Jakarta telah menyita Rp 9 miliar dari keluarga mantan Hakim Agung almarhum Sareh Wiyono (SW)

Keterlibatan SW dalam kasus korupsi ini adalah saat terdakwa Ali Sopyan,41, mengajak kerjasama untuk percepatan ekseskusi lahan PT Pertamina di Jalan Pemuda, Jakarta Timur.

Atas perkara tersebut, Kejati DKI Jakarta telah menyita uang sebesar Rp 9 miliar dari Bayuntoro Wiyono, putra almarhum SW. Selain itu pihak Kejati DKI Jakarta juga menyita bukti cek, rekening koran serta handphone. “Benar disitita Rp 9 miliar dari keluarga SW. Selain itu disita juga bukti cek, rekening koan dan handphone atau ponsel,” ujar Ade Sofyansyah, Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (31/05/2023) lalu.

Terkait barang bukti lainnya yang disita, termasuk sisa uang dari Rp 244,6 miliar yang baru disita sebesar Rp 9 miliar, Ade belum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru mencium adanya penyelewengan sebesar Rp 9 miliar. Jaksa belum memberi penjelasan soal sisa uang lainnya yang dikorupsi.

Informasi lainnya menyebutkan, selain Bayuntoro Wiyono, nama perwira menengah Polri, yakni AKBP Argowiyono yang saat ini menjabat sebagai Kapolres Blitar juga disebut sebagai ahli waris dari SW. Namun dalam persidangan lalu, Argo tidak hadir, sehingga Jaksa akan kembali memanggilnya pada persidangan minggu depan.

Sementara itu, usai persidangan kuasa hukum ahli waris Tanah SPBG Amsir Naih diminta pendapatnya terkait jalannya persidangan tipikor yang juga menggambarkan telah mengajukan diri menjadi pihak saksi korban (selain Pertamina), Dr (c) Endit Kuncahyono, MH mengatakan bahwa adanya pembuktian dari saksi korban selain Pertamina. Dikatakan Endit, dari pembuktian itu diharapkan akan ada fakta baru yang muncul di persidangan untuk membongkar mens rea atau motif jahat terdakwa Panitera PN Jaktim membantu memperkaya secara illegal terdakwa Ali Sofyan  melalui skema kecurangan dengan mencatut ganti rugi Rp 20jt/m2 sebagai kelebihan Uang Sita Eksekusi tanah SPBG seluas 3.150 m2 senilai Rp 63 miliar.

Menurut Endit, modus yang dilakukan dalam kejahatan ini adalah seolah-olah sudah ada persetujuan bersama pihak tanah SPBG milik ahli waris Amsir disatukan Pelaksaan Sita Eksekusi 2 putusan Peninjauan Kembali (PK) menjadi satu cek BTN Rp 244,6 miliar oleh Ketua PN Jaktim. “Mengingat bahwa dari Tanah 12.000 m2 yang dapat dieksekusi pengadilan seharusnya hanya 9000m2 karena sebagian luas tanah 3.150m2 yang dipakai SPBG sudah tidak dapat dieksekusi karena (sudah) di sita Amsir Naih lebih dahulu dari tahun 2015,” jelas Endit, Sabtu (03/06/2023).

Endit juga mengatakan, pernasalahan semakin meruncing karena pihak Pertamina tidak menerima surat girik milik adat dari kedua lahan tersebut. “Duet Sita Pencairan illegal ini yang menjadi dasar Dakwaan gratifikasi Rp 1 miliar untuk percepatan proses pencairan uang sita. Hal ini menjadi makin bermasalah dimana Pertamina tidak satupun mendapatkan Surat Tanah Girik Milik Adat apapun setelah dicairkan Rp 244,6 miliar, baik Girik Tanah SPBG Amsir C 221 dan Girik Tanah RDP Bappenas C21. Karena ternyata tiga girik -Verponding Indonesia milik terdakwa Ali Sofyan sudah disita Kejati DKI dan LP Pertamina Pemalsuan Surat Tanah di Bareskrim satgas mafia tanah kabarnya baru akan segera naik tingkat penyidikan,” jelas Endit.

Lebih lanjut Endit memaparkan, sejak awal sidang perlawanan sita eksekusi perkara no. 127/2014 pun pihak Pertamina menyatakan konsisten ada tumpang tindih gantirugi sita eksekusi dengan perkara no. 113/1987 Tanah SPBG milik Amsir Naih yang berbatasan dengan Tanah Rumah Dinas Bapennas sehingga uang sebesar Rp 244,6 miliar yang dicairkan tersebut harus mencakup dua bidang Tanah.

“Sedangkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta  dalam gugatannya terhadap Ali Sopyan bersama almarhum SW  masih didakwa hanya sebatas pemberian suap sebesar Rp 1 miliar kepada Panitera PN Jakarta Timur, Rina Pertiwi untuk membantu mempercepat proses eksekusi dua (2) putusan Peninjuan Kembali PT Pertamina yang tumpang tindih, belum membuka persoalan mens rea kelebihan sita illegal Rp 63 miliar yang terbawa masuk dalam cek Rp 244,6 miliar,” jelas Endit

Karenanya, sebagai kuasa hukum ahli waris, Endit berharap perlu adanya perintah majelis hakim untuk melakukan ukur ulang BPN Jaktim terhadap luas Tanah SPBG 3.150 m2 dan Rumah Dinas Bappenas 9.000m2. “Biar jelas ada pencairan uang illegal Rp 63 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh kedua terdakwa sehingga dakwaan bisa naik dari Rp 1 miliar menjadi minimal Rp 63 miliar. Jelas ini aset recovery buat Pertamina,” tutupnya.