Kapolri Jenderal Pol Idham Azis | ANTARA FILES

HARNAS.ID – Koalisi masyarakat sipil meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencabut ketentuan poin 2d dalam maklumat nomor 1/Mak/I/2020. Poin yang disorot yakni larangan masyarakat mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam pernyataan bersama ini yakni terdiri atas ELSAM, ICJR, LBH Pers, PSHK, YLBHI, LBH Masyarakat, KontraS, PBHI, dan IMPARSIAL. Direktur LBH Pers Ade Wahyudin berpendapat, maklumat tersebut semata sebagai perangkat teknis implementasi kebijakan.

Namun, beberapa materinya justru telah memicu kontroversi dan perdebatan, terutama dari aspek pembatasan hak asasi manusia (HAM). Salah satu yang paling kontroversial perihal poin 2d, yang disertai ancaman tindakan hukum, seperti disebutkan dalam poin 3 Maklumat.

“Akses terhadap konten internet bagian dari hak atas informasi yang dilindungi UUD 1945, khususnya dalam ketentuan Pasal 28F. Selain itu terkait sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 14 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/1/2021).

Dalam melakukan setiap tindakan pembatasan terhadap hak-hak tersebut, harus sepenuhnya tunduk pada prinsip dan kaidah pembatasan, sebagaimana diatur Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.  

Selain itu, khusus dalam konteks pembatasan hak atas informasi, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, juga tunduk pada mekanisme yang diatur Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHSP), yang telah disahkan dalam hukum Indonesia melalui UU No 12/2005.

Dalam hukum HAM, setidaknya ada tiga persyaratan yang harus diperhatikan untuk memastikan legitimasi dari suatu tindakan pembatasan yang dibolehkan (permissible restriction).

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini