Kantor Badan Pemeriksa Keuangan RI | IST

HARNAS ID – Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri dipertanyakan publik. Diduga ada laporan audit ganda, termasuk adanya rekomendasi pemeriksaan Bakrie Group kepada kejaksaan. 

Mantan Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen mendorong masyarakat mendesak adanya keterbukaan informasi publik terkait dugaan dua laporan investigasi yang berbeda itu. Setidaknya, isu laporan audit ganda oleh BPK harus bisa diungkap oleh penegak hukum secara faktual agar tidak liar. 

“Kasus Jiwasraya dan Asabri menurut saya masih panjang. Waktu akan bicara dan kebenaran tidak akan pernah dikalahkan oleh perbuatan jahat,” ujar Halius, Selasa (29/6/2021).

Menurut dia, peran para kuasa hukum sangat penting dalam melakukan penilaian secara proporsional, terutama terkait status aset yang disita sebagai barang bukti. Tentunya, dengan menghormati sepenuhnya keputusan yang ditetapkan majelis hakim.

Tersangka Benny Tjokrosaputro pernah menyebut bahwa Jiwasraya banyak bertransaksi dengan saham-saham Grup Bakrie, terutama sebelum 2008. Benny pun mempertanyakan mengapa mereka tidak disidik, padahal jika diperhitungkan jumlah kepemilikan saham Jiwasraya di Grup Bakrie, jauh lebih besar dibanding perusahaan yang dikendalikannya.

BPK pun seolah tebang pilih dalam membuat laporan ke Kejaksaan Agung. Masalah kaitan bisnis Benny Tjokro dengan Aburizal Bakri atau keterlibatan Aburizal dalam kasus Jiwasraya, kata Halius, jadi tanggung jawab Kejagung ke depan dalam penuntasan kasus Tipikor Jiwasraya-Asabri. 

“Baik BPK dan Kejagung tidak boleh tebang pilih dalam penegakan hukum, apalagi jadi alat politik,” katanya. 

BPK sebagai garda penting dalam barisan yang mendukung penegakan hukum harus independen. Jika tidak, perlu direvisi pada sistem audit BPK sehingga dapat menutup rapat semua celah baik, internal maupun eksternal bermain.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar berpendapat, BPK merupakan lembaga negara yang tidak tunduk pada rezim yang berkuasa. Seharusnya, tutur Fickar, semua hasil pekerjaan auditnya didasarkan pada keadaan riil. 

“Jika ternyata ditemukan indikasi adanya penyimpangan dari pekerjaannya, itu bisa jadi alat untuk menghukum personel beserta pimpinannya karena lengah dalam melakukan pengawasan. Apalagi jika kewenangan mereka digunakan untuk kepentingan politik. Mereka seharusnya dipecat,” kata Fickar.

Menurut Fickar, jika ditemukan adanya dua laporan yang berbeda, maka harus diinvestigasi untuk menentukan mana yang benar. Rakyat langsung maupun melalui DPR bisa mempersoalkannya. Lebih jauh jika ditemukan alat bukti, bisa dipidanakan. 

“Sungguh jahat bila ternyata ada pihak dalam BPK yang sengaja melakukan penyelewengan data karena laporan hasil audit tersebut mampu menentukan nasib seseorang di mata hukum,” tutur Fickar.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini