Menteri KKP Edhy Prabowo (nonaktif) memakai rompi tahanan, dikawal petugas usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari. HARNAS.ID | BARRI FATHAILAH

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjabarkan konstruksi ekspor benih lobster atau benur yang berujung praktik korupsi. Menurut Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, semula Edhy Prabowo (14 Mei 2020) selaku Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan SK No 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Menteri Edhy kemudian menunjuk Staf Khusus Menteri yang juga Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata. Salah satu tugas dari tim ini memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur. Awal Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur PT DPP (Dua Putra Perkasa) datang ke Kantor KKP di Lt 16 dan bertemu dengan Stafsus Menteri KKP Safri.

Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp 1800/ekor. Itu kesepakatan antara Amiril Mukminin dengan Andreau dan Pengurus PT ACK Siswadi. Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK, total Rp 731.573.564.

Selanjutnya, PT DPP atas arahan EP melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster atau benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK. Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Menteri Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar. Selanjutnya pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih, staf Istri Menteri KKP Edhy.

Uang itu sebesar Rp 3,4 milyar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi (istri Edhy Prabowo), Safri, dan Andreau Pribadi Misata. Dana itu antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan istrinya di Honolulu Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa Jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.

Sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima US$ 100 ribu dari Suhartijo melalui Safri dan Amiril Mukminin. Safri dan Andreau Pribadi Misata, sekitar Agustus 2020 juga menerima uang dengan total Rp 436 juta dari Ainul Faqih. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan korupsi sehingga meningkatkan status perkara ke penyidikan.

“Dugaan korupsi itu berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung KPK Jakarta, Rabu (25/11/2020), malam.

Dalam perkara ini, penyidik KPK menetapkan tujuh tersangka setelah ditemukan dua alat bukti terjadinya tindak pidana korupsi. Mereka yakni Menteri KKP Edhy Prabowo, Safri, Andreau Pribadi Misata, Siswadi, Ainul Faqih, Amiril Mukminin dan Suharjito. Dari tujuh tersangka, KPK baru menahan lima orang karena yang dua belum ditangkap. KPK pun mengimbau mereka agar kooperatif untuk menyerahkan diri.

“Enam tersangka diduga sebagai penerima suap, sementara satu orang lain yakni Suhartiji pemberi,” tuturnya.

Kasus ini terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) di Bandara Soekarno Hatta. Sedikitnya, 17 orang diamankan tim satgas KPK, termasuk Menteri Edhy Prabowo, istrinya, staf Kementerian KKP, dan pihak swasta. Namun, usai diperiksa intensif, penyidik hanya menyematkan status tersangka terhadap tujuh orang. KPK memastikan bakal mengembangkan perkara, termasuk menelusuri andil pihak lain.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini