Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi mengenakan rompi tahanan KPK | IST

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat. Dalam upaya yang dibangun penyidik komisi antirasuah memanggil Kepala Seksi Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi Anton Laranono guna diperiksa sebagai saksi. 

Dalam kasus ini, KPK menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi sebagai pesakitan. “Anton Laranono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rahmat Effendi,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/2/2022). 

Di waktu bersamaan, penyidik KPK juga memanggil empat saksi lainnya. Mereka adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi Karto, Mulyadi selaku Lurah Jatibening Baru, Kecamatan Pondokgede, Kota Bekasi, Satim Susanto selaku Lurah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, dan Peter dari pihak swasta.

Pada Kamis (6/1/2022), penyidik KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait dengan kasus dugaan korupsi tersebut.

Para penerima suap adalah Rahmat Effendi, Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin, Lurah Jati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi. Sementara pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril, pihak swasta Lai Bui Min, Direktur PT KBR Suryadi, serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin. 

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar. 

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendy diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Dia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

Editor: Ridwan Maulana