Ilustrasi simbol hukum peradilan | IST

HARNAS.ID – Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang selaku termohon tidak berani menunjukan dua alat bukti terkait penetapan tersangka Henky atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan. 

Hal tersebut diketahui dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan Nguan Seng alias Henky melawan Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang, Kamis (6/5/2021). 

Demikian diungkapkan Kuasa hukum Henky, Herdika Sukma Negara. Awalnya, kata Herdika, pihaknya memohon kepada Hakim Tunggal Praperadilan, Sacral Ritonga untuk memerintahkan kepada Termohon atau penyidik Satreskrim Polres Tanjungpinang untuk menunjukkan 2 alat bukti yang menjadi dasar ditetapkannya Kakek Henky sebagai tersangka. 

“Namun penyidik Satreskrim tidak berani menunjukkan 2 alat bukti tersebut dan hanya menjawab secara normatif, serta memberikan argumentasi yang tidak relevan (irrelevant).” ungkap Herdika.

Padahal, sambung Herdika, pihaknya selaku kuasa hukum sudah menyampaikan secara terang benderang bahwa tujuan mengajukan praperadilan ini agar dapat mengetahui 2 alat bukti apa yang digunakan oleh penyidik dalam menetapkan kakek Henky sebagai tersangka.

“Apalagi di dalam jawaban termohon pada halaman 2 telah menyebutkan bahwa Perma Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan. Pasal 2 Ayat (2) berbunyi ‘Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi pokok perkara’,” kata Herdika.

Lebih lanjut dikatakan Herdika, sampai dengan persidangan hari ini pihak Termohon ternyata terbukti tidak mampu menunjukan minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dan dipersyaratkan oleh Perma Nomor 4 Tahun 2016. Termohon, sambung Herdika, hanya memberikan tanggapan mengenai tahapan prosedur administratif tentang tahapan pemeriksaan dan penangkapan tersangka serta tahapan pelimpahan atas berkas perkara yang dinyatakan lengkap. 

“Hal ini tentunya sangat tidak adanya korelasinya atau irrelevant dengan permintaan yang diajukan oleh Kuasa Hukum Pemohon untuk menunjukan minimum 2 alat bukti yang sah yang menjadi dasar penetapan tersangka terhadap Nguan Seng,” ucap Herdika.

Untuk diketahui, Henky melalui tim kuasa hukum dalam permohonan praperadilan menyebut penetapan tersangka Henky oleh Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang tidak sah lantaran tidak adanya dasar dua alat bukti yang cukup. Penetapan status tersangka kepada pria berumur 82 tahun itu merupakan buntut laporan Laurence M Takke terkait jual beli lahan.

Jual beli tanah itu disebut murni keperdataan dan tidak ada peristiwa pidana. Dikatakan, proses jual beli tanah milik pemohon yang terletak di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan dengan total seluas sembilan hektar (9 ha) itu disepakati dibagi menjadi dua tahap, yaitu pertama kali proses jual beli tanah seluas 3 Ha dan yang kedua adalah bidang tanah seluas 6 Ha. 

Pada proses pertama antara Pemohon dengan Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat. Selain itu telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000 secara sukarela dan sah oleh Laurence M. Takke kepada pemohon.

Sementara dalam proses kedua untuk bidang tanah milik Pemohon seluas 6 Ha, kata Herdika, telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara Pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019. 
Menurut Herdika, kesepakatan bersama yang menjadi UU bagi Pemohon dan Laurence M. Takke itu pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah. 

Pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).

Menurut pemohon, peristiwa yang terjadi dalam jual beli bidang tanah antara Henky dengan Laurence M Takke adalah murni peristiwa dan perbuatan keperdataan. Dengan demikian, tidak pernah ada peristiwa atau perbuatan tindak pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah tersebut.

Dalam permohonannya, Pemohon menyebut pihak Termohon atas laporan Laurence M. Takke itu telah melakukan serangkaian tindakan menyalahgunakan kewenangan dan bersifat mal-adminiatrasi selama dalam proses tahapan penyelidikan dan penyidikan. 

Hal itu dinilai bertentangan dengan KUHAP dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Atas dasar itu, pemohon meminta Hakim tunggal M. Sacral Ritonga mengabulkan seluruh permohonan, yaitu menyatakan penetapan tersangka tidak sah, menghentikan penyidikan, menyatakan batal serta tidak sah segala penetapan yang dilakukan Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang dan meminta Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang sebagai Termohon, untuk membayar biaya perkara yang timbul selama pemeriksaan perkara praperadilan.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini