Ilustrasi investasi | IST

HARNAS.ID – Investasi di Indonesia bisa berantakan imbas buruknya penegakan hukum dan disparatis. Padahal, Tanah Air dikenal sebagai surga bagi investasi untuk kawasan Asia karena dukungan regulasinya.

“Menurut Undang-Undang, Indonesia surga bagi investasi untuk kawasan Asia. Namun, surga itu terancam karena buruknya penegakan hukum,” kata Ekonom Senior Ichsanuddin Noorsy di Jakarta, Sabtu (24/7/2021).

Kondisi itu, ujar Ichsan melanjutkan, dinyatakan oleh dua lembaga yakni Bank Dunia dan Moodys Poor, yang menyebut adanya problematika terhadap kepastian hukum. Itu disebut sebagai lack of certainty.

Sebelumnya banyak investor yang meninggalkan pasar modal Indonesia akibat proses penegakan hukum kasus Jiwasraya-Asabri. Kondisi ini diperburuk dengan aksi Kejaksaan Agung yang serampangan menyita dan melelang aset bahkan tak terkait perkara.

“Saya sudah menyampaikan ini sejak 2015-2019, bahwa dalam memperbaiki iklim investasi bukan melulu tentang regulasi dan persoalan birokrasinya, tapi ada tiga problem di situ,” ujar Ichsan.

Salah satunya, problem keadilan dan itu bisa menyangkut ketimpangan yang muncul di balik investasi. Selain itu problem penghisaban posisinya, dan problem campur tangan.

Dia pun mengkritisi rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan ‘karpet merah’ kepada investor. Namun tidak memberi aura yang positif terhadap penegakan hukum. 

Lantaran tidak positif dalam penegakan hukum, akibatnya sejumlah sekuritas asing kabur. Kendati Indonesia bersedia diinvasi, diintervensi, dan diindotrasi oleh kekuatan modal asing, tapi karena penegakan hukumnya buruk, mereka tidak mau. 

“Jadi posisi kita termasuk dihindari dalam berinvestasi,” katanya.

Terkait penurunan rating penegakan hukum buruk, Ichsan menilai iklim investasi maupun perekonomian pasti memburuk. Bagi dia, rating itu vonis. Jaminan hukumnya ada, tapi penegakan hukum posisinya yang tidak jelas. 

Menurut Ichsan, di Indonesia ada sejumlah investor asing yang melakukan pelanggaran hukum, tetapi tidak diproses. Artinya, mereka bukan cuma digelar karpet merah, tapi diberikan kondisi suasana kenyamanan yang luar biasa, diikuti ketidakjelasan penegakan hukum.

Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menyebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum investasi di pasar modal. Terutama terkait penanganan atau cara aparat hukum dalam menjalankan proses hukum.

“Misal, kasus salah investasi di BPJS atau Jiwasraya-Asabri itu harus dilihat dari oknum siapa yang salah dalam melakukan SOP atau investasi. Bukan investasinya yang salah, sampai keluar pemberitaan, banyak investasi tersebut dianggap merugikan negara,” ujar Reza.

Hal itu sudah menjadi kesalahan dalam menganalisis proses hukum yang terjadi. Semestinya, ini juga harus diketahui oleh aparat hukum, mana yang sebenernya atau dimaksud investasi yang dianggap merugikan negara. Artinya, hal seperti ini yang seharusnya bisa mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum. 

“Ini agar ada kejelasan dari investor yang bertanya-tanya bagaimana cara aparat kita memproses hukum terkait dengan penanganan kasus yang ada. Kemudian kasus ini bagaimana penyelesaiannya. Ini juga jadi perhatian mereka,” katanya.

Terkait penanganan hukum, ujar Reza, memang harus melihat banyak aspek, tidak bisa dari satu atau dua sisi, karena yang namanya investasi itu dinamis dan setiap saat pun bisa berubah. 

“Misalkan berinvestasi di saham Astra. Padahal secara hitung-hitungan sudah masuk perusahaan yang memiliki tata kelola bagus, tapi ternyata beli di harga 7.000, begitu tutup buku menjadi 6.500. Ketika investasinya sudah sesuai, bisa dianggap rugikan negara karena turun.

“Apakah salah berinvestasi di Astra, tidak juga kan. Jadi harus lihat dari berbagai aspek. Kecuali kalau misalkan masuk ke saham-saham yang memang di luar SOP, itu menyalahi aturan,” tuturnya.

Sebaliknya, jika seperti kasus tadi, sudah mengikuti sesuai SOP dan ketentuan yang ada, tapi ternyata investasinya turun, itu harus dilihat lagi kesalahannya di mana, apakah salah kelola atau kesalahan lainnya. 

“Jadi penegakan hukum harus dilihat dari berbagai macam sisi,” ujarnya.

Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet berpendapat serupa. Menurut dia, masalah kepastian hukum merupakan salah satu pertimbangan penting bersama dengan beberapa pertimbangan ekonomi lain seperti kemudahan berinvestasi, ataupun akses pembiayaan perbankan. 

Meski beberapa aturan menjamin aspek penegakan hukum untuk investor, yang perlu menjadi perhatian masalah turunnya peringkat indeks korupsi Indonesia. Ini menjadi semacam lampu kuning, karena jika pemberantasan korupsi dianggap melemah, maka hal ini bisa jadi mengindikasikan potensi penyelewangan kekuasaan. 

“Hal ini saya kira bisa menjadi persepsi negatif bagi investor,” kata Yusuf.

Dalam beberapa ukuran persepsi korupsi di Indonesia, ada salah salah satu penilaian penurunan demokrasi yang dikontribusikan pada varieties of democracy. Itu yakni menggambarkan korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia. 

“Sekali lagi, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi investor nantinya,” ujarnya.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini