Gedung Kejaksaan Agung RI | IST

HARNAS.ID – Aksi lelang aset perkara Asabri-Jiwasraya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali dikritisi sejumlah pengamat. Peneliti Lokataru Foundation Nurkholis Hidayat mengungkap sebuah temuan baru atas aksi dugaan sita serampangan yang dilakukan kejaksaan.

Korps Adhyaksa, kata dia, hanya merujuk Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan. Akibatnya, banyak keberatan yang diajukan ke Pengadilan Tipikor atas upaya paksa yang umumnya didasarkan pada ketidakhati-hatian penyidik dalam memisahkan aset mana saja yang terkait atau tidak terkait kasus yang disidik.

“Keberatan tersebut tidak saja berasal dari para tersangka, tetapi juga pihak ketiga lain (yang beritikad baik) yang terkena dampak penyitaan. Itu seperti yang dialami pemilik rekening efek dan ribuan nasabah dan pemegang polis asuransi PT Asuransi Jiwa Wanaartha,” kata Nurkholis di Jakarta, Selasa (15/6/2021).

Menurut dia, kegagalan kejaksaan dalam memverifikasi atas asset yang disita atau dirampas akan memberikan dampak sistemik para investor pasar modal dan konsumen bisnis asuransi. 

Di sisi lain, praktik penyitaan dan perampasan asset dalam kasus Jiwasraya yang dipenuhi oleh gugatan dari pihak ketiga juga telah membuka fakta adanya celah hukum berkaitan dengan dampak dan konsistensi putusan, serta hukum acara, yang keseluruhannya memberi jalan pada semakin pentingnya penyelesaian RUU Perampasan Aset.

Fakta persidangan yang selama ini terungkap pun justru berkebalikan dengan dakwaan JPU. Bahkan berdasarkan keterangan saksi utama yang dihadirkan oleh JPU dalam kasus ini yaitu Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, mereka menyatakan tak mengenal, tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu dengan antarterdakwa, apalagi membuat kesepakatan untuk tidak memberi sanksi pada produk MI.

Nurkholis pun memberikan yurisprudensi kasus pasar modal serupa, yakni pada putusan kasasi Karen Agustiawan. Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa kerugian karena penurunan nilai saham (impairment) bukanlah kerugian nyata. 

“MA memandang sifat dari kerugian ini bersifat temporer, yang dipengaruhi oleh fluktuatifnya nilai saham. Karena itu, kerugian ini dianggap sebagai kerugian yang tidak riil atau (unrealized loss). Jika setiap penurunan saham-saham perusahaan yang dibeli oleh perusahaan BUMN berkonsekuensi pada lahirnya perbuatan pidana, tentu para manager investasi akan berpikir seribu kali untuk bersedia mengelola investasi perusahaan BUMN di pasar modal Indonesia,” ujarnya.  

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis senada menilai jaksa untuk taat pada UU dalam melakukan penyitaan dan mengembalikan seluruh aset Terdakwa yang melanggar Pasal 39 KUHAP. “Jaksa tidak punya pilihan lain selain tunduk sepenuhnya pada UU tersebut,” ujarnya.

“Konsekuensinya jika lelang tetap dilakukan dan bila putusan ini inkrah, maka jaksa tidak punya pilihan lain selain harus kembalikan seluruh barang dan uang yang disita,” tegasnya.

Dia menambahkan, jika penegakan hukumnya serampangan, maka akan menimbulkan maljustice pada para terpidana. “Jangan sampai para penegak Hukum yang telah melakukan abuse of power dalam kasus Jiwasraya dan Asabri ini,” tutur Margarito.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini