Pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Senin (4/1/2021) | ANTARA FILES

HARNAS.ID – Terdakwa kasus dugaan suap Bansos Matheus Joko Santoso (MJS) terus melempar tanggung jawab kepada eks Mensos Juliari Batubara (JB) terkait perkara tersebut. Malah belakangan MJS mengaku hanya korban dalam kasus tersebut dengan mengajukan JC (Justice Collaborator).

Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) itu berdalih apa yang dilakukan terkait kasus dugaan suap yang menjeratnya semata hanya menjalankan perintah JB.

“MJS seharusnya dihukum dengan hukuman tinggi dan permohonannya dikesampingkan. Dengan cara seperti ini orang tidak akan dengan mudah dan gampang seolah-olah mencari perlindungan, seolah-olah adalah korban. Kalau tidak ada OTT, dia (MJS) sudah memegang uang cukup banyak hampir Rp 14 miliar. Sedangkan yang lain tidak ada yang pegang uang,” kata Maqdir, Selasa (22/6/2021).

Maqdir melanjutkan, permohonan JC yang dilayangkan MJS hanya untuk mengundang perhatian dan melempar kesalahan. Jelas-jelas, kata Maqdir, para saksi vendor bansos mengungkap telah dipalak MJS pada beberapa persidangan sebelumnya.

“Menurut hemat saya MJS tidak pantas untuk mendapat status sebagai JC, karena dia adalah kewenangan pelaku utama terjadinya perkara bansos. MJS tidak bisa disebut sebagai saksi mahkota,” tegas dia.

Maqdir mengungkapkan, di banyak negara umumnya saksi mahkota digunakan untuk membongkar perkara atau kejahatan terorganisir dan tidak mudah pembuktiannya.

Tetapi Maqdir menyebut, perkara dugaan suap bansos COVID-19 adalah perkara yang mudah dan buktinya cukup jelas. Matheus Joko Santoso tertangkap tangan dengan bukti uang yang nyata serta hasil penyadapan.

MJS justru merupakan aktor sebenarnya dari kasus dugaan suap Bansos di Kemensos. Bahkan, dia tertangkap pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK.
 Maqdir juga menyebutkan bahwa dari BAP dan keterangan saksi, MJS dan Daning Saraswati juga terlibat hubungan asmara dengan cara hidup dan kesusilaan yang tidak sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia.

Keterangan Maqdir tersebut diperkuat oleh kesaksian terpidana Harry Van Sidabukke (HVS), pada saat persidangan MJS, yang mengungkap fakta bahwa MJS dan Daning Saraswati memiliki kedekatan personal. MJS pernah memperkenalkan Daning sebagai istri muda (tanpa ikatan pernikahan) kepada HVS.

Secara terpisah dalam persidangan MJS dan HVS sendiri juga pernah disebutkan bahwa MJS memberikan modal sebesar 3 miliar rupiah untuk pendirian PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) – salah satu vendor “akal-akalan” dalam proyek bansos yang dimliki oleh Daning.

Selain memperoleh modal usaha untuk mendirikan PT RPI, Daning juga mendapat “jatah” rumah di daerah Cakung Jakarta Timur, mobil Toyota Vios dan Toyota Cross, dan safe deposit box (SDB) BRI senilai 1,8 miliar rupiah.

Di persidangan terpidana HVS sebelumnya juga terungkap fakta bahwa HVS tidak pernah memberikan komitmen fee kepada mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.

Dia mengakui, permintaan fee hanya datang atau inisiatif dari MJS. Oleh karena itu, Maqdir menegaskan MJS jelas-jelas terus berupaya menyembunyikan kejahatannya dengan melempar tanggung jawab.

“Saksi seperti MJS ini adalah saksi yang tidak bertanggung jawab. Dia adalah orang mau cari kekayaan dan hidup bersenang-senang, kemudian melemparkan tanggung jawab ke atasan. Makanya saya katakan ini adalah saksi durhaka,” tandasnya.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini